Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali mencatatkan surplus hingga akhir Juli 2022. Besarannya sangat fantastis yakni Rp 106,1 triliun atau 0,57% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Pendapatan negara tumbuh cukup tinggi sehingga sampai akhir Juli 2022 kita masih menghadapi surplus, bukan defisit untuk APBN-nya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam Taklimat Media secara virtual, Senin (8/8/2022).
Capaian ini melengkapi surplus selama tujuh bulan beruntun sejak awal 2022. Akhir Juni 2022, surplus mencapai Rp 73,6 triliun. Menurut Febrio, faktor pendorong utama adalah peningkatan penerimaan negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penerimaan negara hingga akhir Juli 2022 mencapai Rp 1.551 triliun atau tumbuh 21,2% (year on year/yoy). Rinciannya, penerimaan pajak Rp 1.028,5 triliun (25,8%), kepabeanan dan cukai Rp 185,1 triliun (17,7%) dan penerimaan negara bukan pajak (BNPB) Rp 337,1 triliun (11,4%).
Sementara itu belanja negara mencapai Rp 1.444,8 triliun (13,7%). Meliputi belanja pemerintah pusat Rp 1.031,2 triliun (18,5%) yang terdiri dari belanja KL Rp 513,6 triliun (-11,4%) dan non KL Rp 517,6 triliun (62,3%). Khusus untuk subsidi yang dibayarkan Rp 116,2 triliun dan kompensasi BBM dan listrik Rp 104,8 triliun.
Transfer ke daerah dan dana desa sudah terealisasi Rp 413,6 triliun (1,7%). Dengan begitu realisasi pembiayaan anggaran tercatat sebesar Rp 196,7 triliun dan keseimbangan primer Rp 316,1 triliun.
"Pembayaran subsidi dan kompensasi masih akan terus berjalan sampai akhir tahun sehingga outlook dari defisit kita tetap akan ke arah 3,92% dari PDB atau lebih baik karena ini akan kita terus pantau apakah kita bisa menjaga pendapatan negara tetap tumbuh kuat dan belanjanya juga harus kita pastikan digunakan seefisien mungkin," pungkasnya.
(aid/dna)