Sempat Jaya, Ini 3 Fakta Mal Blok M yang Kini Jadi Kota Mati

Sempat Jaya, Ini 3 Fakta Mal Blok M yang Kini Jadi Kota Mati

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 12 Agu 2022 06:00 WIB
Mal Blok M di Jakarta Selatan pernah menjadi salah satu pusat perbelanjaan yang populer di Jakarta. Kini, bak kota mati.
Foto: Achmad Dwi Afriyadi
Jakarta -

Mal Blok M di kawasan Jakarta Selatan pernah mengalami masa jaya. Saat masa jayanya, mal ini dipenuhi oleh pedagang dan pembeli.

Bahkan, pedagang menyebut, untuk berjalan di mal ini sulit karena saking ramainya. Ramainya mal membuat pedagang mudah mengeruk untung.

"Kalau dulu mah jangan ditanya omzet sehari bisa Rp 12 jutaan, sekarang Rp 100 ribu aja susah," kata Momo, salah seorang penjaga ruko pakaian kepada detikcom, di Mal Blok M Jakarta, Kamis (11/8/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini, kondisi Mal Blok M jauh berbeda. Mal ini sepi di mana banyak ruko tutup dan jarang pengunjung yang melintas. Bahkan, Momo mengaku sempat ada momen dalam sehari tidak menjual satu helai pun pakaian dari rukonya.

Kondisi penjaga ruko atau karyawan seperti Momo pun kini tengah terombang-ambing. Apalagi, tersiar kabar jika mal ini akan ditutup.

ADVERTISEMENT

"Ini ngabisin kontrak gedung doang, habis itu sudah selesai September, ini gedung mau tutup, katanya. Saya juga namanya karyawan kan nggak begitu tahu, yang tahu kan bos. Denger-denger dari karyawan sini sih gitu, September udah pengalihan tanda tagan ke pemda," ujarnya.

Berikut fakta-fakta mengenai Mal Blok M yang jadi 'kota mati':

1. Kondisi Mal Blok M saat Jaya

Penjaga toko sepatu Agung, mengatakan, mal ini dulu sangat ramai. Apalagi, ketika momen jelang Lebaran di mana untuk jalan saja sulit.

"Kalau dulu mah ramai, orang mau lewat, hari puasa, menjelang Lebaran, orang lewat nggak bisa los kaya gini, dempet-dempetan dia saking full," katanya.

Lanjut Agung, saat masa jayanya, banyak ruko buka di Mal Blok M. Di kawasan ini, ada juga Ramayana dan Robinson yang kerap menawarkan diskon.

"Itu yang narik orang dari daerah-daerah, dari mana daerah pasti belanjanya, daripada kebayakan ke Tanah Abang, banyakan ke sini," ujarnya.

Sementara, Momo mengaku, dirinya tak bisa santai ketika mal ini sedang jaya-jayanya. Sebab, mal sangat ramai.

"Aktivitas dulu di sini mah nggak ada duduk-duduk begini. Berdiri mulu karena ramai. Ini mah apaan, tidur juga bisa," kata wanita berambut cepak tersebut.

Dia mengatakan, kala itu pengunjung akan susah melintas di mal karena saking padatnya. Dia mengatakan, banyak pedagang yang membuka lapak di kawasan mal ini, tidak hanya di ruko tapi juga di jalan akses mal.

"Padat banget lewat aja susah ibaratnya, di tengah-tengah juga banyak yang jual. Di tengah-tengah sini penuh dulu," ujarnya.

2. Mulai Sepi Sejak 2017

Agung mengatakan, mal ini mulai ditinggalkan sejak tahun 2017. Kondisi ini diperparah dengan adanya pandemi COVID-19.

"Mulai sepi 2017 ke sini, apalagi ditimpa sama pandemi COVID. Pandemi itu 3 tahun ya? 2,5 tahun itu mati, sama aja. Kalau kita buka penglaris aja nggak, ibaratnya. Habis itu mulai ke sini, ya baru tahun ini sih mendingan jualan masih ada," katanya.

Lanjut Agung, saat pandemi banyak pedagang memutuskan untuk tutup ruko dan pindah ke tempat lain.

"Ini karena pandemi orangnya pada pindah semua. Pandemi nggak buka toko ibaratnya masih bayar. Ibaratnya yang punya toko itu nggak ada persenan, kita pemasukan aja nggak ada, mau bayar pakai apa, mending kita keluar," terangnya.

Dia menuturkan, sebelum pandemi, setidaknya separuh ruko di mal itu masih buka. Namun, setelah pandemi para pedagang memutuskan untuk pindah.

"Setelah pandemi udah mulai habis semua. Sebelumnya masih lah separuh," katanya.

Momo, penjaga ruko pakaian mengatakan, sebelum pandemi Mal Blok M sebenarnya sudah mulai sepi. Kondisi Mal Blok M diperparah dengan adanya pandemi.

"Sebelum pandemi sebenarnya sudah mulai sepi, nah pas pandemi itu baru (sepi)," ujarnya.

3. Akar Masalah Mal Blok M Jadi Kota Mati

Agung mengatakan, ada beberapa sebab sehingga Mal Blok M mulai ditinggalkan. Sebutnya, karena keberadaan toko online.

'Kita kan ibaratnya kalau di toko bayar tempat, harga pasti selisih. Orang melihat ke kita pasti melihat ke online," ujarnya.

Penataan transportasi termasuk hilangnya Metromini dan Kopaja juga turut berkontribusi sepinya pembeli.

"Kalau dulu memang ngumpulnya di sini, transitnya di sini, Kopaja Metro dari Pondok Labu, Lebak Bulus, dari mana kan banyak," ujarnya.

Pandemi COVID-19 juga berkontribusi pada sepinya Mal Blok M. Ketika pandemi, banyak pedagang akhirnya menutup ruko.

Sementara Momo menuturkan, selain toko online yang menyebabkan Mal Blok M adalah maraknya penjualan barang bekas. Hal itu membuat pedagang tak bisa bersaing.

"Sekarang apa-apa online, lebih milih online. Udah gitu banyak sekarang pun saingannya ama barang bekas, baju-baju bekas, second," katanya.



Simak Video "Video: Blok M Hub Jadi Wajah Baru Masa Depan Jakarta"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads