.webp)
Dihubungi terpisah Pengamat Pangan dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah mengatakan saat ini harga tepung sorgum disebut lebih mahal dari tepung gandum. Hal itu memang juga berkaitan dengan pasokan dan permintaan yang masih sedikit.
"Itu bisa diakali dengan suplai yang ditingkatkan dengan kerja sama dengan pengusaha untuk bikin kebun sorgum sekian hektar," ucapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, pekerjaan rumah pemerintah selanjutnya adalah jangan lupa untuk melibatkan semua pengusaha yang berkaitan dengan sorgum misalnya pengusaha mi dan roti, baik pemain lama, pemain baru hingga UMKM.
"Jangan sampai ada huru-hara, misalnya hanya segelintir saja. Itu pemain lama dilibatkan pemain baru ditinggalkan. Jangan sampai ada yang tertinggal," lanjutnya.
Terakhir, ketika mengembangkan sorgum untuk sejumlah makanan, apakah bisa mengadaptasi lidah masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa mengenal gandum. Sebab, dahulu saja adaptasi makanan bahan baku gandum tidak cukup satu atau dua tahun saja.
"Apakah yang selama terbiasa makan roti gandum, mi instan dari gandum akan terbiasa makan sorgum? Itu juga harus dipastikan. Suplainya banyak, mi instan, roti dibuat 100% atau 50% sorgum, apakah rasanya enak atau lidahnya belum terbiasa. Itu juga perlu diwaspadai dan diperhatikan," terangnya.
"Industri mi atau produksi mi instan dari gandum tidak cukup 1-2 tahun, itu puluhan tahun Sarimi, Indomie untuk beradaptasi," tutupnya.
(ada/ara)
