Kementerian Perhubungan akan melakukan penyesuaian tarif ojek online (ojol) mulai 29 Agustus mendatang. Kenaikan tarif ojol diusulkan tak terlalu tinggi karena bisa mengerek inflasi.
Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Dharmaningtyas mengatakan, kenaikan tarif ojol diharapkan tidak terlalu tinggi. Selain bisa mengerek inflasi, keputusan ini juga harus mempertimbangkan kemampuan membayar konsumen. Apalagi, daya beli konsumen belum benar-benar pulih.
"Jangan sampai kenaikan tarif ini justru akan membuat orderan menurun, karena tarif baru hampir sama dengan tarif taxi," kata pengamat transportasi yang juga Ketua Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas ditulis Minggu (21/8/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan terlalu tinggi akan mengurangi permintaan penggunaan Ojol dari konsumen yang berpindah ke moda transportasi lain. Kenaikan tarif ini bisa membuat penjualan makanan melalui aplikasi turun, terutama membuat pelaku UMKM terdampak dan kesulitan berusaha. Apalagi di saat mereka mencoba bangkit usai pandemi," imbuh Darmaningtyas.
Dia khawatir daya beli masyarakat akan semakin tergerus dengan kenaikan tarif yang tinggi. Daya beli masyarakat tengah turun karena pandemi COVID-19. Kenaikan tarif ojol yang tinggi juga dikhawatirkan berdampak pada kenaikan harga-harga.
"Ini bisa berdampak langsung kepada menurunnya daya beli masyarakat, karena kalau kita lihat sekarang ini daya beli justru menurun yah. Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dengan matang, karena satu sama lain berkesinambungan," tegas Darmaningtyas.
Ia berpendapat, dalam memutuskan penyesuaian tarif ini harus memperhatikan sejumlah pihak yaitu driverm konsumen juga aplikator sehingga sama-sama saling menguntungkan. Jangan sampai konsumen sudah bayar mahal, tapi mitra (pengemudi) tetap tidak sejahtera.
Jika tarif terlalu murah, yang senang hanya penumpang. Tetapi jika terlalu mahal, penumpang tidak senang dan hanya pengemudi serta pemilik aplikasi yang diuntungkan.
Sementara itu, Analis kebijakan transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan melihat, keputusan Kemenhub itu sebetulnya tidak menguntungkan Ojol. Karena kenaikan tarif itu begitu besar. Dia pun meminta, peraturan Kemenhub yang baru ini agar ditinjau ulang.
Di sisi lain, kenaikan signifikan ini pada akhirnya akan menurunkan pendapatan pengemudi seiring penurunan permintaan, bahkan diprediksi penurunan bisa mencapai 25%.
"Kan dilihat dari kenaikan, per kilo itu naiknya Rp.1000 rupiah ya, kalau begini akan terjadi penurunan permintaan dari masyarakat, tidak menguntungkan ojek online," kata dia.
(zlf/zlf)