Jakarta -
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Minggu 21 Agustus 2022 mengadakan Festival Maelo Pukek sebagai puncak acara Exploring Mandeh Road To Bulan Cinta Laut di Pantai Puruih, Kota Padang, Sumatera Barat.
Kegiatan ini menandakan dukungan Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap eksistensi kearifan lokal turun temurun yang dimiliki masyarakat pesisir di ranah minang.
Pada festival itu, saya berkesempatan ikut menarik tali pukek bersama teman-teman nelayan. Saya dapat merasakan semangat gotong royong dan rasa persaudaraan yang terajut melalui warisan nenek moyang tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamparan jaring ikan seberat ratusan kilogram bahkan mungkin mencapai ukuran ton tersebut, menjadi terasa lebih ringan saat ditarik bersama-sama. Apalagi yang ikut menarik kebanyakan orang-orang paruh baya bahkan sudah memasuki masa tua.
Di Kota Padang, maelo pukek bisa kita jumpai di sekitaran Pantai Puruih utamanya saat pagi hari. Namun sebenarnya tradisi ini berlangsung hampir di seluruh pesisir Sumatera Barat.
Maelo pukek atau menarik pukat adalah tradisi menangkap ikan menggunakan jaring/jala di perairan dekat pantai yang dilakukan secara berkelompok oleh masyarakat pesisir Ranah Minang sejak puluhan tahun lalu.
Kegiatan yang melibatkan 15 sampai 30 nelayan laki-laki maupun perempuan tersebut diawali dengan membentangkan jaring pukek ke laut sejauh 100 sampai 200 meter dari bibir pantai menggunakan perahu.
Pukek kemudian didiamkan hingga 20 menit, sebelum tali ujung jaring ditarik perlahan-lahan oleh kelompok nelayan yang sudah siaga di bibir pantai. Menarik tali jaring ini dilakukan dengan berjalan mundur secara teratur.
Butuh waktu hingga dua jam untuk menarik alat tangkap tradisional tersebut sampai ke tepi pantai. Dan dalam sehari, penarikan pukek bisa dilakukan dua sampai lima kali tergantung cuaca dan hasil tangkapan.
Ikan yang terperangkap jaring seringnya jenis gambolo (kembung), layur, dan ikan sarai. Hasil tangkapan lalu dibagi merata ke seluruh nelayan yang terlibat. Biasanya hasil tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, bukan untuk diperdagangkan.
Sejumlah nelayan bertahan menggunakan alat tangkap pukek karena biaya operasionalnya lebih murah dibanding alat tangkap modern. Mereka sekaligus ingin menjaga tradisi turun temurun, meski ada juga yang beralih ke alat tangkap modern lantaran ingin mendapat hasil tangkapan lebih banyak.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Pada kesempatan tersebut, saya mengajak pemerintah daerah dan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian maelo pukek sampai masa-masa yang akan datang. Maelo pukek bukan sekadar tradisi dengan nilai-nilai kehidupan yang sangat kuat, tapi juga punya peran penting terhadap kelestarian ekosistem laut.
Membersihkan Laut
Tingginya aktivitas manusia hingga kurangnya kepedulian banyak pihak terhadap kesehatan laut menjadi faktor pendukung yang membuat perairan dan pesisir Kota Padang dipenuhi banyak sampah. Sampah terapung di permukaan, mengendap di dasar, dan bertebaran di bibir pantai.
Masih dalam puncak acara Exploring Mandeh Road To Bulan Cinta Laut di Kota Padang, dalam waktu singkat KKP bersama 380 relawan berhasil mengumpulkan 2,1 ton sampah dari sekitaran Pantai Puruih, tak jauh dari lokasi Festival Maelo Pukek.
Maelo pukek yang fungsi utamanya mejaring ikan, belakangan ini juga punya peran lain yakni membersihkan sampah di laut. Hal ini tercermin dari banyaknya sampah yang berhasil didaratkan setiap kali jaring pukek mencapai bibir pantai.
Sejatinya kondisi tersebut tak menguntungkan bagi nelayan. Alih-alih mendapat banyak ikan, justru sampah yang diperoleh. Keberadaan sampah bahkan bisa merobek jaring pukek yang akhirnya merugikan nelayan.
Sampah memang telah "menginvasi" lautan dan bukan Kota Padang saja yang mengalami, tapi rata-rata wilayah pesisir di Tanah Air. Sampah laut banyak jenisnya dan datangnya dari berbagai lini. Ada yang terbawa arus sungai sampai ke laut, ada juga sampah yang sengaja dibuang ke laut oleh orang-orang tidak bertanggung jawab.
Jika populasi sampah di laut terus meningkat, bukan cuma nelayan yang rugi tapi semua manusia. Karena pencemaran sampah tidak sebatas menurunkan populasi ikan, dia juga mengancam kelangsungan hidup biota laut lain yang punya peran penting dalam menjaga keseimbangan alam.
Maelo pukek menurut saya bisa menjadi solusi konkret pengentasan sampah di pesisir, khususnya untuk wilayah Sumatera Barat. Tinggal bagaimana sampah-sampah yang sudah diambil dari laut diolah agar tidak kembali lagi ke laut.
Bila hal tersebut bisa kita lakukan, tentu menjadi kolaborasi yang sangat apik antara pemerintah dan masyarakat dalam mengentaskan persoalan sampah laut yang levelnya sudah menjadi masalah global tersebut.
Dalam konteks ini, Maelo pukek sebenarnya sejalan juga dengan program Bulan Cinta Laut (BCL) yang saya gagas untuk mensolusikan masalah sampah di laut. Salah satu wujud programnya adalah mengajak nelayan menyisihkan waktu satu bulan dalam setahun untuk melaut menangkap sampah.
Maka dari itu saya langsung meminta unit kerja KKP untuk mendukung penuh tradisi maelo pukek agar bisa berkembang dengan baik. Maelo pukek juga punya potensi sebagai daya tarik wisata yang dapat mendorong peningkatan ekonomi masyarakat pesisir.
Dukungan KKP tentu bukan hanya untuk maelo pukek tapi juga kearifan-kearifan lokal lainnya di Indonesia seperti sasi, bank ikan, hingga lubuk larangan.
Saya menyakini kearifan lokal punya pertimbangan kelestarian alam yang sangat kuat, sehingga jalan memerdekakan laut dari sampah dengan cara tersebut sangat mungkin dicapai. Dilengkapi dengan sinergi multipihak dalam membangun sarana prasana, serta kepedulian bersama akan pentingnya menjaga kesehatan laut.
Saya juga ingin menyampaikan bahwa Program Bulan Cinta Laut bukan sekadar simbol atau kegiatan seremonial, melainkan sebagai penyampai pesan kepada dunia besarnya komitmen Indonesia dalam menjaga kesehatan laut. Semoga aksi nyata menangkap sampah bisa diterima seluruh lapisan masyarakat dan menjadi tradisi yang harus dipertahankan sampai ke generasi mendatang.
Sakti Wahyu Trenggono
Menteri Kelautan dan Perikanan RI