Kolom

Merdekakan Laut dari Sampah dengan Kearifan Lokal

Sakti Wahyu Trenggono - detikFinance
Senin, 29 Agu 2022 17:13 WIB
Foto: Dok. Istimewa
Jakarta -

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Minggu 21 Agustus 2022 mengadakan Festival Maelo Pukek sebagai puncak acara Exploring Mandeh Road To Bulan Cinta Laut di Pantai Puruih, Kota Padang, Sumatera Barat.

Kegiatan ini menandakan dukungan Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap eksistensi kearifan lokal turun temurun yang dimiliki masyarakat pesisir di ranah minang.

Pada festival itu, saya berkesempatan ikut menarik tali pukek bersama teman-teman nelayan. Saya dapat merasakan semangat gotong royong dan rasa persaudaraan yang terajut melalui warisan nenek moyang tersebut.

Hamparan jaring ikan seberat ratusan kilogram bahkan mungkin mencapai ukuran ton tersebut, menjadi terasa lebih ringan saat ditarik bersama-sama. Apalagi yang ikut menarik kebanyakan orang-orang paruh baya bahkan sudah memasuki masa tua.

Di Kota Padang, maelo pukek bisa kita jumpai di sekitaran Pantai Puruih utamanya saat pagi hari. Namun sebenarnya tradisi ini berlangsung hampir di seluruh pesisir Sumatera Barat.

Maelo pukek atau menarik pukat adalah tradisi menangkap ikan menggunakan jaring/jala di perairan dekat pantai yang dilakukan secara berkelompok oleh masyarakat pesisir Ranah Minang sejak puluhan tahun lalu.

Kegiatan yang melibatkan 15 sampai 30 nelayan laki-laki maupun perempuan tersebut diawali dengan membentangkan jaring pukek ke laut sejauh 100 sampai 200 meter dari bibir pantai menggunakan perahu.

Pukek kemudian didiamkan hingga 20 menit, sebelum tali ujung jaring ditarik perlahan-lahan oleh kelompok nelayan yang sudah siaga di bibir pantai. Menarik tali jaring ini dilakukan dengan berjalan mundur secara teratur.

Butuh waktu hingga dua jam untuk menarik alat tangkap tradisional tersebut sampai ke tepi pantai. Dan dalam sehari, penarikan pukek bisa dilakukan dua sampai lima kali tergantung cuaca dan hasil tangkapan.

Ikan yang terperangkap jaring seringnya jenis gambolo (kembung), layur, dan ikan sarai. Hasil tangkapan lalu dibagi merata ke seluruh nelayan yang terlibat. Biasanya hasil tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, bukan untuk diperdagangkan.

Sejumlah nelayan bertahan menggunakan alat tangkap pukek karena biaya operasionalnya lebih murah dibanding alat tangkap modern. Mereka sekaligus ingin menjaga tradisi turun temurun, meski ada juga yang beralih ke alat tangkap modern lantaran ingin mendapat hasil tangkapan lebih banyak.

Bersambung ke halaman selanjutnya.




(dna/dna)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork