Kecelakaan Truk Masih Marak, Apa Akar Masalahnya?

Kecelakaan Truk Masih Marak, Apa Akar Masalahnya?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Minggu, 04 Sep 2022 22:00 WIB
Kecelakaan maut antara Bus Pelangi vs truk di Rokan Hilir.
Ilustrasi Kecelakaan Truk Foto: Istimewa
Jakarta -

Kecelakaan yang melibatkan truk masih marak terjadi. Terbaru, kecelakaan truk terjadi di Bekasi yang mengakibatkan 10 korban jiwa. Lalu, apa akar masalahnya?

Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, Djoko Setijowarno menilai, masih seringnya terjadi kecelakaan truk salah satunya disebabkan polisi tidak berhasrat mengusut hingga tuntas.

"Pengusutan hanya berhenti di pengemudi truk sebagai tersangka. Sementara pengusaha angkutan dan pemilik barang tidak pernah dipidana. Dampaknya adalah kecelakaan serupa tidak akan pernah berhenti," katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (4/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam insiden kecelakaan di Bekasi, terang Djoko, muatan truk melebihi kapasitas. Truk tronton bernomor polisi N 8051 EA tersebut memiliki kapasitas angkut 20 ton. Truk membawa muatan besi milik PT Wilmar Nabati Indonesia mencapai 55 ton.

"Telah terjadi kelebihan muatan mencapai 2%. Belum lagi kendaraan sudah habis masa uji laik jalan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan, perusahaan angkutan PT Sumber Abadi Bersama tidak mengurus uji laik jalan. Uji laik jalan truk tersebut disebut sudah berakhir tanggal 6 Juli 2022.

Bagaimana aturannya? Buka halaman selanjutnya.

Padahal, mengacu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 53 Ayat 1 disebutkan, uji berkala diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di jalan. Selanjutnya pada Ayat 2 disebutkan pengujian berkala meliputi kegiatan (a) pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor, dan (b) pengesahan hasil uji.

Lalu, Pasal 277 menyatakan, setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe dipidana maksimum pidana penjara satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.

"Pasal 288 ayat (3), menyebutkan setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala
dipidana kurungan maksimal dua bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu," paparnya.

Waktu kerja pengemudi pun juga diatur. Pada Pasal 90 dipaparkan, setiap perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi kendaraan bermotor umum. Lalu, waktu kerja bagi pengemudi kendaraan bermotor umum paling lama delapan jam sehari.

Selanjutnya, pengemudi kendaraan bermotor umum setelah mengemudikan kendaraan selama empat jam berturut-turut wajib beristirahat paling singkat setengah jam. Lalu, dalam hal tertentu pengemudi dapat dipekerjakan paling lama 12 jam sehari termasuk waktu istirahat selama satu jam.

"Operasional angkutan barang dapat diatur jam operasinya. Pengemudi membutuhkan tempat istirahat. Sementara tempat istirahat buat pengemudi truk belum tersedia. Masih jauh dari harapan tersedia tempat istirahat yang nyaman. Pemerintah belum membangun terminal angkutan barang hanya ada pangkalan truk yang dikelola swasta. Menurut KNKT (2022), 80% kecelakaan lalu lintas disebabkan pengemudi lelah," jelasnya.


Hide Ads