Salah satu tambak dari ikan bandeng ini bisa ditemukan di Kota Kecil Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Jemi adalah salah satu dari beberapa petambak ikan bandeng yang ada di wilayah perbatasan dengan Timor Leste ini tepatnya distrik Oekusi.
Jemi menuturkan tambak yang ia miliki adalah warisan dari orang tuanya sejak tahun 1999. Dengan luas sekitar 60x50 meter persegi, tambak ini mampu menghasilkan 400 kg dalam satu kali panen.
"Bandeng ini dari bibitnya itu nener, mengambil di laut, per ekornya Rp 500, setelah kita dapat bibit nenernya itu kita taruh di suatu tempat untuk pembesaran kemudian langsung kita tebar. Dalam jangka waktu 6-7 bulan itu panen," imbuh Jemi kepada detikcom beberapa waktu yang lalu.
Dalam menambak, Jemi mengatakan perlu ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membuat bandeng yang dipanen menjadi gemuk dan berkualitas. Salah satu cara yang diperhatikan adalah dengan memberikan makanan yang berkualitas dan juga vitamin secara berkala.
"Cara membuat bandeng berkualitas tinggi ya kita perhatikan makanannya. Kita kasih perangsang untuk ikan biar lebih cepat dan baik berkembangnya itu pakai PS10. Selama ini juga tidak pakai vitamin. Kalau disuplai dengan vitamin pasti perkembangannya bisa lebih cepat sih," kata Jemi.
"Kalau supply makanannya kurang ya kita pakai sirih capit, kelapa, dedak, ya makanan-makanan lokal deh untuk jadi pakannya, tidak mempengaruhi pertumbuhan," sambungnya.
Selain pemberian makanan dan juga vitamin, tempat menambak bandeng juga harus diperhatikan salinitas atau kadar garamnya. Bila kadar garam tinggi, maka akan terlihat buih-buih putih di pinggir tambak dan untuk mengurangi, biasanya penambak akan menambah kadar air.
"Karena kalau air terlalu asin atau salinitasnya tinggi ya ikan bandeng akan mati," tuturnya.
Baca Selanjutnya >>>
Tak hanya itu, perlu diperhatikan juga bibit bandeng yang ingin digunakan. Bagi Jemi, bibit yang paling baik adalah bibit yang sesuai dengan suhu lingkungan sekitar. Ia pun pernah memakai bibit dari Bali dan hasilnya tidak sebaik bibit lokal.
Jemi mengungkapkan diperlukan juga pengeringan, pemupukan dengan pupuk alam dan juga menguras air dan menggantinya dengan air baru. Dalam 1 tahun, bandeng pun hanya bisa 1 kali panen saja, tetapi pendapatan yang didapat Jemi cukup besar.
"Pendapatannya sekitar 500 kg dikali Rp 60.000 saja itu sekitar Rp 30.000.000 dalam 6-7 bulan," jelas Jemi.
Dalam mengembangkan usahanya, Jemi memanfaatkan pinjaman dari BRI. Pada awalnya ia meminjam sebesar Rp 5.000.000 untuk membuat usaha kios sembako dan mengembangkan usahanya.
Usai itu, ia meminjam lagi Rp 20.000.000 untuk membeli kompresor, barang-barang tambahan untuk kiosnya dan keperluan lain. Ia meminjam lagi Rp 100.000.000 dan bertambah lagi Rp 250.000.000 untuk membeli bagan hingga perahu.
"Beli mobil (Toyota) Hilux untuk support usaha saya ini seperti beli sembako, untuk antar hasil panen. Saya juga biasa ambil hasil tangkapan dari kapal lalu langsung saya kirim ke Kefamenanu dan daerah lainnya," ucapnya.
Sebagai informasi, detikcom bersama BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas perkembangan ekonomi, infrastruktur, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com! (fhs/ang)