Dengan pendekatan yang dilakukan selama gelaran G20 itu diharapkan pelaku UMKM dalam negeri dapat secara inklusif masuk ke sistem rantai pasok global.
Lebih lanjut, Ronald menyampaikan para penggiat UMKM dan pelaku usaha di seluruh sektor industri untuk mempraktikkan model bisnis dan investasi yang berkesinambungan berbasis prinsip ESG. ESG ini telah populer di lima pasar utama Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Investasi berkelanjutan ini tentunya sangat mepertimbangkan lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan yang menjalankan konsep ESG akan lebih mudah mendapatkan investasi dan menjadi pertimbangan dasar bagi para investor dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi atau tidaknya dalam suatu perusahaan.
"Perusahaan yang mengimplementasikan konsep ESG ini dapat memberikan nilai tambah kepada para pemangku kepentingan, ekologi, dan masyarakat melalui pemberdayaan komunitas," ucap Ronald.
Sejumlah lembaga nirlaba mengampanyekan praktik bisnis dan investasi berbasis ESG. Wismilak Foundation, misalnya, menggelar program Diplomat Succes Challenge untuk mendorong pertumbuhan wirausahawan berusia 20 - 45 tahun. Program DSC yang dimulai sejak tahun 2010 ini merupakan inkubator kewirausahaan yang memperkokoh ekosistem wirausaha di Indonesia, serta mendukung bisnis berkelanjutan dalam ajang yang diselenggarakan B20.
Lishia juga mengapresiasi bahwa DSC merupakan salah satu contoh yang bagus. Menurutnya program tersebut sangat komprehensif, pengetahuan yang diberikan memperkaya secara bisnis, perilaku sebagai pelaku usaha, dan etika berusaha. Hal ini menjadi modal para peserta DSC untuk bisa berkembang dan maju lebih besar.
"Kualitas dari para pelaku usaha yang dijadikan mentor-mentor itu juga sangat baik, serta kurasi program dan mentoring lanjutan sangat berharga bagi para peserta," pungkasnya.
B20 Menyoroti Isu Keberlanjutan Lingkungan
Dari sisi lingkungan, peran strategis Indonesia untuk menanggulangi krisi iklim yaitu restorasi sumber daya alam. Herlina Hartanto, Executive Director Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menjelaskan bahwa untuk dapat merangkul stakeholder utama yaitu masyarakat desa yang dekat dengan hutan tropis, gambut, dan lainnya, upaya yang dilakukan adalah dengan pemberdayaan masyarakat dan ekonomi (SIDAK).
"Perlindungan, pemberdayaan, dan komersialisasi produk hutan, insentif dari warga desa adalah pemberdayaan secara ekonomi untuk mau menjaga alam," tuturnya.
Dari sisi pendanaan, Atika Benedikta, Investment Director Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) menjelaskan ada pendanaan alternatif untuk lingkungan. Dijelaskannya, ANGIN menyediakan dana pada tahap alam, karena belum ada format tersebut yang bisa diakomodir dari perbankan.
"Harus ada investor untuk program ini, investor memberikan dana melihat sisi produk dan proses produksi apakah ada prinsip ramah lingkungan. Investor atau perusahaan model ventura juga memiliki ketertarikan kepada UMKM yang ramah lingkungan dan berdampak sosial," paparnya.
(fdl/fdl)