Belakangan ini, isu terkait data security tengah naik daun akibat munculnya sosok Bjorka serta berbagai kasus pencurian data. Namun, selain menyentil soal keamanan siber negara, isu ini pun merambah hingga dunia bisnis serta ekonomi.
Forbes pernah menjelaskan bagaimana data nantinya bisa menyaingi harga setetes minyak. Presiden Jokowi pun pernah menyebutkan hal yang sama.
"Data sekarang ini adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil. Bahkan lebih, bahkan lebih berharga dari minyak. Data yang valid merupakan kunci utama kesuksesan pembangunan negara," kata Jokowi dalam pencanangan Pelaksanaan Sensus Penduduk 2020. di Istana Negara, seperti ditulis dalam detikcom, Jumat (24/1/2020).
Oleh karena pentingnya sebuah data, Ruby Alamsyah pakar digital forensik sekaligus founder Digital Forensic Indonesia menyebutkan bahwa data security merupakan sebuah parameter yang wajib dimiliki oleh perusahaan berbasis digital. Ia pun menjelaskan bahwa data security merupakan isu krusial di dunia bisnis. Sebab, risiko yang akan diterima sebuah perusahaan akan sangat besar apabila data konsumen yang mereka kumpulkan itu berhasil dicuri.
"Mereka (perusahaan) akan rugi secara bisnis. Mereka akan rugi secara finansial karena sanksi-sanksi yang ada terkait data security sangat besar jumlahnya, sangat fantastis jumlahnya. Kalau di negara maju seperti di Amerika serta Eropa, jumlah yang dibebankan terkait data security tadi bisa sampai triliunan." ungkap Ruby Alamsyah dalam program d'Mentor live Kamis, (22/9).
Sementara itu di Indonesia terkait disahkannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Ruby menjelaskan bahwa seharusnya perusahaan-perusahaan berbasis digital sudah harus memperhatikan tingkat keamanannya. Sebab, menurut Ruby, selama ini pencurian data di Indonesia hanya disebabkan oleh 2 hal. Pertama, lemahnya keamanan data dan kedua adalah sikap perusahaan yang tidak mengutamakan keamanan data melainkan penjualan produknya saja.
Ruby menjelaskan, sejak 2019 maraknya pencurian data tidak dilakukan dengan teknik hacking yang tinggi, tidak pula dilakukan dengan peralatan yang serba canggih. Artinya, lemahnya sistem IT di sebuah perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahan menjadi alasan utama mengapa data mudah dicuri.
"Selama ini sih nggak ada (peretas) yang pakai teknik tinggi. Kalau ada sih menarik diulas, tapi sayangnya tidak ada," pungkasnya.
(vys/vys)