Hari ini Komisi XI DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Rionald Silaban.
Irfan mengungkapkan dia berupaya untuk membuat perusahaan menjadi lebih efisien. Pasalnya biaya sewa pesawat tinggi dan di atas rata-rata pasar.
Kemudian ada pengelolaan rute yang tidak maksimal. "Kita terbang ke banyak tempat dan waktu tidak terdefinisi dengan baik, diperparah COVID-19 di mana secara fixed cost tinggi dan pendapatan menurun drastis," kata Irfan di Komisi XI DPR, Senin (26/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan tahun pertama COVID-19 dia berupaya untuk melakukan negosiasi dengan seluruh kreditur. Namun dalam perjalanannya menurut dia langkah restrukturisasi ini jadi sangat kritikal. "Makanya pas PKPU dilayani dan bisa memperbaiki neraca perseroan," ujar dia.
Menurut dia rasionalisasi dan optimalisasi jumlah dan tipe pesawat karena Garuda dan Citilink menjadi showroom dari semua jenis pesawat yang ada di dunia.
"Neraca kami berhasil menurunkan utang US$ 10,1 miliar menjadi US$ 5,1 miliar dan ekuitas yang minus US$ 5,3 miliar jadi positif US$ 1,5 miliar," uar Irfan.
Irfan mengungkapkan justifikasi ke depan agar bisa menerima proposal perdamaian. Bisnis plan Garuda saat ini penurunan jumlah pesawat, tarif pesawat dan inisiatif rute yang lebih mendasar.
"Kinerja Garuda Indonesia diproyeksikan semakin sustain dan membaik secara signifikan," ujar dia.
Dia menyebutkan dalam pembuatan bisnis plan dibutuhkan PMN Rp 7,5 triliun melalui rights issue dan perubahan struktur kepemilikan karena konversi utang kreditur dalam skema PKPU, Garuda Indonesia membutuhkan dukungan Komisi XI, PMN dan rights issue paska PKPU.
(zlf/zlf)