Penerapan Pajak Karbon Ditunda, Kementerian Keuangan Jelaskan Alasannya

Penerapan Pajak Karbon Ditunda, Kementerian Keuangan Jelaskan Alasannya

Ilyas Fadilah - detikFinance
Senin, 26 Sep 2022 18:50 WIB
Otofokus Pajak Emisi Karbon
Foto: detikcom
Jakarta -

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu kembali berbicara soal pajak karbon. Hingga saat ini kebijakan pajak karbon tak kunjung diterapkan di Indonesia.

Menurut Febrio, pemerintah terus mematangkan persiapan pajak karbon. Ia menilai perlunya mempertimbangkan seluruh aspek terkait.

"Ini akan terus kita lakukan dan matangkan. Proses penyempurnaan peraturan pendukung ini dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait," katanya dalam konferensi pers APBN KITA, Senin (26/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun aspek yang dimaksud adalah pengembangan dari pasar karbon, pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), kesiapan sektor-sektor hingga mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik dan global.

Ferio menambahkan, untuk saat ini pemerintah tetap memprioritaskan fungsi APBN untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi. Sektor pangan dalam negeri juga menjadi fokus utama, termasuk memberikan subsidi dan berbagai perlindungan sosial.

ADVERTISEMENT

"Rencana penerapan pajak karbon ini akan terus kita kalibrasi. Mengingat masih tingginya ketidakpastian perekonomian global, terutama akibat pandemi, dan sekarang ada kondisi untuk harga pangan dan energi," ujarnya.

Sebagai informasi Pajak karbon sendiri masuk ke dalam UU no 7 tahun 2021 soal Harmonisasi Peraturan Pajak (HPP). Pengenaan pajak karbon sendiri sebelumnya direncanakan berlaku pada 1 Juli 2022 lalu ditunda. Penundaan ini sudah kedua kalinya dari semula direncanakan 1 April 2022.

Juni lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan peraturan pendukung dan pemberlakuan untuk pajak karbon masih terus disusun. Maka dari itu aturan itu belum bisa diterapkan.

Febrio sendiri sempat menargetkan pajak karbon akan berlaku pada 2022 sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pertama kali yang akan dikenakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan mekanisme cap and tax. Namun rencana ini tentunya ditunda.

"Ini akan mendukung mekanisme pasar karbon yang diberlakukan dengan cap and trade yang sudah berlangsung di antara PLTU, yang ini sudah dilakukan oleh Kementerian ESDM," kata Febrio dalam konferensi pers APBN KiTA, Kamis (23/6/2022).

(dna/dna)

Hide Ads