Wacana inflasi yang muncul sejak awal tahun, kini kembali mencuat setelah Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani mengangkat kembali informasi itu terkait kondisi perekonomian dunia yang semakin memburuk.
Suku bunga acuan yang meningkat tajam adalah faktor utama yang membuat Sri Mulyani memprediksi datangnya gelombang inflasi pada 2023 nanti.ia menilai, inflasi yang terus bergerak naik dapat menimbulkan stagflasi dalam takaran ekonomi makro.
"Kenaikan suku bunga untuk menekan inflasi berpotensi mempengaruhi kinerja ekonomi global 2023 yaitu potensi koreksi ke bawah. Inflasi yang meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang melambat dapat menciptakan situasi stagflasi," kata Sri Mulyani dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, seperti yang ditulis detikcom, Kamis (29/9/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besarnya skala keterpurukan ekonomi membuat masyarakat tidak bisa menghindarinya. Terkait hal ini, pengamat ekonomi Josua Pardede menjelaskan bahwa ada dua cara yang bisa dilakukan yaitu menekan pengeluaran serta mulai berinvestasi. Ia menekankan, kebutuhan leisure memang diperlukan, namun seseorang perlu memilah, demi menjaga neraca kantong bila badai inflasi melanda.
"Dalam perspektif mikro, saat belanja lebih besar daripada pendapatan, akhirnya dia harus mengurangi konsumsinya. Misalkan ada hobi menonton konser atau travelling, dia akan mengurangi itu. Jadi yang kelas menengah inilah yang harus mengurangi belanjanya," ungkapnya dalam d'Mentor detikcom, Kamis (6/10).
Menurutnya, investasi adalah jalan lain untuk menghadapi stagflasi akibat resesi berkepanjangan. Lebih lanjut Josua mengatakan, ada rumus dasar yang bisa dipraktekkan sebagai kuda-kuda menghadapi kemelut ekonomi seperti prediksi Sri Mulyani.
"Sebenarnya rumusannya sama saja ya, 50-30-20. Jadi 50 persen pendapatan itu dialokasikan untuk belanja rutin, ini sudah nggak bisa ditahan lagi. 30 persen untuk pengeluaran hobi, sedangkan yang 20 persen digunakan untuk investasi," lanjut Josua.
Namun, Josua mengingatkan bahwa perhitungan itu harus menyesuaikan dengan prioritas masing-masing individu. Artinya, persentase tersebut tidak bisa disamaratakan. Ia menuturkan, semakin besar angka investasinya, semakin aman pula kantong orang tersebut selama investasi yang dipilih aman dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Intinya kita perlu menyiapkan prioritas. Dan untuk investasi pemula, dia bisa memilih reksadana ataupun obligasi," tutupnya.
Saksikan juga d'Mentor: Gen Z Hati-hati! Ada Resesi