Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. Agenda kali ini pemeriksaan saksi-saksi.
Fungsional analis Perdagangan Direktorat Jenderal Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Indra mengatakan, pemerintah telah berusaha keras untuk memastikan ketersediaan harga minyak goreng di pasaran sesuai dengan ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET). Padahal, HET yang ditetapkan jauh selisihnya dari harga keekonomian yang sesungguhnya. Ujungnya, pelaku usaha jadi merugi.
"Minyak jenis apapun merek apapun harus dijual dengan harga Rp 14 ribu. Di mana, harga keekonomiannya sekitar Rp17.260 sehingga nanti yang akan dibayarkan oleh BPDPKS adalah selisih dari harga keekonomian dikurangi HET," kata Indra, saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta, Selasa (11/10), dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (12/10).
Kebijakan ini tak bertahan lama. Sebab, harga CPO kian naik. Dana yang disiapkan BPDPKS sekitar Rp 7,6 triliun tidak akan sanggup bila harus membayar selisih harga minyak goreng ini.
Untuk mengantisipasi adanya kelangkaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPBDPKS).
Terlebih, saat itu harga minyak goreng telah menyentuh harga Rp18.000 hingga Rp19.000. Kemudian, pemerintah meminta para pelaku usaha untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga Rp14.000. Padahal, harga minyak goreng telah menyentuh Rp17.260.
"Sehingga ada selisih harga sekitar Rp3.200an akan diganti dengan dana BPDPKS. Ini kebijakan pertama," katanya.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
(hns/hns)