Kementerian Perdagangan berupaya menyelaraskan kebijakan perdagangan dengan target pembangunan ekonomi hijau. Hal ini dilakukan guna memastikan tidak ada turbulensi kuat di sektor perdagangan dalam proses transisi hijau Indonesia.
"Peran Kementerian Perdagangan bagi transisi hijau Indonesia ke depan sangat penting. Kebijakan Kementerian Perdagangan harus mampu memfasilitasi kegiatan ekspor sekaligus impor yang mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau," jelas Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag), Kasan dalam keterangan tertulis, Rabu (12/10/2022).
Dalam Gambir Trade Talk (GTT) #8 yang digelar secara hibrida di Hotel Borobudur, Jakarta, Kasan menjelaskan pihaknya berperan memastikan pelaku usaha dan konsumen Indonesia memiliki akses terhadap barang, jasa, serta teknologi ramah lingkungan dengan harga yang kompetitif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Kementerian Perdagangan juga harus menggulirkan kebijakan perdagangan yang mampu mendorong peningkatan perdagangan produk ramah lingkungan di dalam dan luar negeri.
Menurut Kasan, transformasi ekonomi bagi Indonesia sebagai respons terhadap target penurunan emisi karbon bukanlah hal yang mudah dan tidak bisa berjalan otomatis. Ia menyebut Indonesia memerlukan sumber daya ekonomi yang besar serta sumber daya yang berkualitas, termasuk penguasaan teknologi, ketersediaan finansial, dan SDM.
Dalam kesempatan yang sama, Ekonom Utama World Bank Indonesia dan Timor Leste Habib Rab mengungkapkan kebijakan perdagangan penting bagi transisi hijau Indonesia.
"Analisis World Bank menunjukkan reformasi perdagangan dapat meningkatkan akses Indonesia ke barang dan teknologi ramah lingkungan yang penting. Meningkatnya permintaan global terhadap barang ramah lingkungan juga menawarkan peluang bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi ke industri dan teknologi hijau," urai Habib.
Sementara itu, Ekonom Senior Makroekonomi, Perdagangan, dan Investasi World Bank Indonesia dan Timor Leste, Csilla Lakatos menjelaskan berdasarkan data perdagangan di tingkat perusahaan, jumlah perusahaan yang terlibat di dalam kegiatan perdagangan barang hijau (green goods) terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama dalam kegiatan impor. Menurutnya, mereformasi non-tariff measure (NTM) seperti persetujuan impor, kepatuhan terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI), dan persyaratan label dapat meningkatkan perdagangan barang hijau.
Adapun Kepala Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan, dan Penilaian Daur Hidup,Nugroho Adi Sasongko mengatakan penilaian daur hidup (life cycle assessment/LCA) adalah penilaian kuantitatif terkait keberlanjutan (lingkungan, ekonomi, dan sosial) sepanjang tahapan produk atau rantai pasok. Menurutnya, pelaku usaha di Indonesia perlu bergegas melakukan LCA untuk mengurangi jejak karbon.
Direktur Eksekutif Institute For Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menambahkan Indonesia dapat kehilangan kesempatan menjadi bagian dari rantai pasok global jika emisi karbon dioksida (CO2) tidak berkurang. Hal ini disebabkan intensitas emisi CO2 dapat menghalangi minat investasi dari industri yang berorientasi ekspor.
Sebagai informasi GTT #8 yang mengusung tema 'The Role of Trade Policies in Indonesia's Green Transition' diselenggarakan Badan Kebijakan Perdagangan (BK Perdag) bekerja sama dengan World Bank. Diskusi ini bertujuan membangun kesadaran sekaligus dukungan kebijakan perdagangan yang diperlukan untuk proses transisi hijau Indonesia.
(ncm/ega)