Sopir Truk Mau Ajak Jokowi Ngobrol, Ini yang Mau Dibahas

Sopir Truk Mau Ajak Jokowi Ngobrol, Ini yang Mau Dibahas

Dana Aditiasari - detikFinance
Selasa, 25 Okt 2022 16:01 WIB
Guna mencegah kemacetan selama berlangsungnya tahun baru 2022, Dirjen Perhubungan Darat akan melakukan penegakan hukum (gakum) terhadap truk ODOL.
Foto: Grandyos Zafna

Dia mengatakan salah satu permasalahan yang harus dibicarakan dalam pertemuan itu dalah peroslan uji KIR. Menurutnya, uji KIR ini dikeluarkan oleh dinas perhubungan yang ada di provinsi masing-masing dan ini sangat membingungkan. "Saya suka heran, saya tidak bisa KIR di Kabupaten Lampung Timur, tapi saya bisa KIR di Kabupaten Lampung Utara dan seterusnya. Ini masalah bagi kami," ucapnya.

Dia menuturkan modifikasi dimensi truk itu dilakukan karena permintaan pasar yang kalau tidak dipenuhi tidak akan bisa bersaing dengan truk yang berukuran besar. Misalnya dari yang tadinya hanya memiliki panjang cuma 7 meter ditambahi menjadi 8 meter 10 centi. "Tapi saat itu hingga tahun 2021 kami tidak kesulitan untuk memerpanjang KIR. Dan ketika pemerintah menetapkan Indonesia zero ODOL 2023, kami tidak bisa KIR lagi dan membuat hidup kami jadi susah. Nah, yang seperti ini kan peril didiskusikan lagi," ujarnya.

Terkait kecepatan dan kapasitas dari muatan, dia mengatakan truk Hino TI tahun 2012, jauh lebih kuat dibanding dengan truk produk terbaru Euro4. "Hino 2012, 235 TI, kapasitas dari Lampung ke Dumai 18 ton, saya belum pernah makai gigi 2, 3 putus. Tanjakan seperti apapun pakai gigi 3 masih putus. Tapi dengan produk terbaru Euro4, kalau jalan dari Lampung ke Pekanbaru, kota Dumai atau ke Medan saja, kalau bawa muatan 15 ton sudah menjerit kita," tuturnya.

Dia juga menyampaikan bahwa para pengemudi truk juag menginginkan tempat untuk mengadu bagaimana mereka mendapat tindak kriminalisasi dari para preman dan oknum di perlintasan. "Saat perjalanan dari Jakarta ke Banda Aceh, berapa kali kami harus mengeluarkan royalti agar perjalanan kami bisa sampai di Aceh dengan selamat, aman, dan nyaman. Tapi saat ini kami tidak punya tempat untuk menyampaikan aspirasi kami ini," tukasnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami selaku pengemudi mendukung penuh zero ODOL ini, tapi solusinya seperti apa untuk pengemudi ini harus ada," tambahnya.

Desmon, Dosen Institut Transportasi dan Logistik Trisakti yang juga menjadi peserta webinar saat itu juga menyampaikan hal serupa. Menurutnya harus ada pembahasan dengan para pengemudi logistik untuk merumuskan solusi secara cerdas, konstruktif dan bermanfaat sebelum kebijakan zero ODOL ini diimplementasikan.

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan pemerintah harus mencermati 2 perspektif dari angkutan barang ini. Pertama, perspektif privat yaitu kelangsungan usaha dari pengelolanya. Kedua, perspektif publik bahwa ini dampaknya kemana-mana ini termasuk inflasi, keselamatan, dan keamanan.

Dalam hal ini, lanjut Desmon, pemerintah harus melakukan analisis terhadap dua sisi, yaitu manfaat ekonomi dan manfaat keuangan. Menurutnya, di situ akan terlihat pemerintah harus kontribusi berapa di dalam ODOL ini. Misalnya untuk insentif pemotongan truk ODOL, subsidi kepada pengemudinya, dan lain-lain. "Tentu ini harus ada dasarnya, karena APBN itu kan harus ada prioritas," katanya.

Misalnya keluar dengan analisis manfaat ekonominya atau benefit cost ratio-nya (BCR) 2. Menurut Desmon, itu berarti pemerintah harus berkontribusi 50% terhadap semua biaya yang dikeluarkan sebagai akibat dari kebijakan zero ODOL ini. Tapi kalau misalkan BCR-nya hanya 1,5, pemerintah hanya wajib berkontribusi 25% dari semua dampaknya baik kepada penghasilan pengemudi, dampak terhadap kenaikan barang, dan dampak kepada pemotongan truk. "Jadi, pemerintah tidak boleh lepas tangan, karena ini adalah masalah publik," tukasnya.


(dna/dna)

Hide Ads