Pembebasan Pungutan Sawit Diperpanjang, Ini Alasan Pemerintah

Pembebasan Pungutan Sawit Diperpanjang, Ini Alasan Pemerintah

Sukma Nur Fitriana - detikFinance
Senin, 31 Okt 2022 21:45 WIB
Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Selasa (17/5/2022). Harga jual Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit tingkat petani sejak dua pekan terakhir mengalami penurunan dari Rp2.850 per kilogram menjadi Rp1.800 sampai Rp1.550 per kilogram, penurunan tersebut pascakebijakan pemeritah terkait larangan ekspor minyak mentah atau crude palm oil (CPO). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/rwa.
Foto: ANTARA FOTO/SYIFA YULINNAS
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menghadiri dan memimpin rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang digelar pada hari ini. Rapat tersebut membahas mengenai kondisi harga CPO terkini dan upaya mendorong salah satu kebijakan, yaitu penetapan Pungutan Ekspor (PE) menjadi US$0/MT yang berlaku sejak 15 Juli 2022.

Dalam rapat tersebut telah diputuskan PE US$0/MT dilanjutkan per 1 November 2022 pukul 00.00 WIB. Penetapan kebijakan itu dikarenakan Harga Indeks Pasar (HIP) Solar lebih tinggi dari HIP Biodiesel, sehingga BPDP tidak keluar dana selisih harga, subsidi selisih harga terjadi kalau harga biodisel lebih tinggi dari dari harga solar. Maka dari itu, tarif PE sebesar US$0/MT diperpanjang sampai harga referensi CPO lebih besar sama dengan US$800/MT.

"Insentif ini kita pertahankan, tarif US $0/MT diperpanjang sampai referensi harga lebih besar atau sama dengan US$800/MT. Karena sekarang harganya masih sekitar US$713/MT, jadi tarif PE US$0/MT berlaku sampai bulan Desember. Tetapi begitu harga naik ke US$800/MT, tarif PE US$0/MT tersebut tidak berlaku," kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Senin (31/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harapannya penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor bisa memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri. Pungutan yang dipungut dari ekspor nantinya akan dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat.

Ketersediaan dana dari pungutan ekspor dapat meningkatkan akses pekebun swadaya terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih.

ADVERTISEMENT

Selain itu, dalam rapat itu diputuskan untuk melakukan percepatan realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Namun untuk melakukan itu, ada beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dengan melakukan pembahasan lebih lanjut melalui tim teknis yang melibatkan Kementerian

Tak hanya kelapa sawit, Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan BPDPKS juga mendorong penanaman tanaman sela di lahan PSR. Tanaman tersebut adalah komoditas jagung, kedelai dan sorgum sebagai bagian dari program ketahanan pangan.

Terkait PSR, hal ini juga perlu dilakukan perbaikan. Tujuannya adalah agar selisih harga TBS pekebun mitra dan non mitra semakin mengecil dan Rakor Komrah berikutnya, khusus PSR dilakukan pada pertengahan November dapat diperoleh perencanaan PSR. Perencanaan tersebut termasuk dalam kerangka penanaman tanaman sela pada Desember 2022.

Sebagai informasi, rapat dipimpin oleh Menko Airlangga selaku Ketua Komite Pengarah BPDPKS dan dihadiri oleh Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Keuangan diwakili Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Menteri Pertanian diwakili Direktur Jenderal Perkebunan, Menteri Perdagangan diwakili oleh Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

Turut hadir Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional diwakili Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, dan Menteri BUMN diwakili Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan, Evita Legowo selaku Ketua Dewan Pengawas BPDPKS, Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman selaku Direktur Utama BPDPKS, dan Tim Asistensi Menko Perekonomian, dan Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis selaku Ketua Sekretariat Komite Pengarah BPDPKS.

(ncm/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads