Sri Mulyani Minta Profesi Penilai di ASEAN Ikut Bantu Pemulihan Ekonomi

Sri Mulyani Minta Profesi Penilai di ASEAN Ikut Bantu Pemulihan Ekonomi

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Kamis, 24 Nov 2022 11:49 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan rencana pengalokasian dana kelurahan awalnya mencuat saat rapat pemerintah dengan walikota, pemerintah daerah dan DPR
Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Asosiasi Penilai ASEAN (ASEAN Valuers Association/AVA) sebagai manifestasi peran profesi penilai negara anggota ASEAN yang memegang nilai sejalan dengan ASEAN, perlu berkontribusi bagi kesejahteraan dan perdamaian dunia.

"Sinergi dan kebersamaan merupakan nilai yang dapat mendukung kerja sama yang saling menguntungkan. Dukungan dengan dasar saling menghargai, riset, kolaborasi, pendidikan, serta penguatan institusi untuk mendukung profesi penilai sebagai penggerak ekonomi negara harus menjadi bagian penting dalam kerja sama yang terjalin," kata Sri Mulyani dalam keterangan resminya, ditulis Kamis (24/11/2022).

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku pembina profesi penilai terus berupaya untuk mengakselerasi profesionalisme penilai agar menjadi pemacu pertumbuhan ekonomi, salah satunya dengan memegang presidensi AVA 2021-2022 dan menyelenggarakan The 24th AVA Congress 2022 sebagai forum untuk membangun sinergi dan komunikasi profesi penilai di kawasan ASEAN.

Sri Mulyani menyampaikan harapannya agar praktik penilaian dapat berjalan lebih baik dan kredibel untuk mendukung pemulihan ekonomi dan mewujudkan masa depan yang berkelanjutan. Sri Mulyani berpesan agar kongres AVA dapat membantu penilai menjadi lebih profesional melalui sinergi dan komunikasi yang positif sehingga anggota AVA dapat pulih lebih cepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selanjutnya, penerapan environmental, social, and governance(ESG) dalam proses penilaian merupakan update penting pada praktik penilai profesional. Para konsumen mengharapkan governance yang lebih baik serta keputusan yang secara sosial bertanggung jawab dan berkelanjutan dari perusahaan serta negara.

"Para penilai harus mempertimbangkan perspektif ESG, mengadopsinya, serta membantu bisnis dan pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan yang tepat berdasarkan evaluasi risiko yang memadai," katanya.

Melalui kongres ini, Sri Mulyani berharap para anggota AVA dapat membangun proses yang transparan dan good corporate governance ketika terlibat dalam suatu proyek karena peran penilai akan sangat penting dalam mengevaluasi dan memitigasi risiko. "Apabila governance tidak baik dan evaluasi risiko tidak tepat, maka dapat menimbulkan krisis keuangan," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum MAPPI Muhammad A. Muttaqin, menjelaskan ASEAN Valuers Association (AVA) berdiri tahun 1981 dengan 5 negara pendiri: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kemudian Brunei masuk sebagai anggota pada tahun 1990, Vietnam pada tahun 2009. Hingga saat ini Laos dan Myanmar hanya menjadi observer dan belum menjadi member dari AVA karena belum ada profesi penilai yang diakui secara formal di kedua negara tersebut.

Tujuan dari AVA adalah mempromosikan hubungan dan kerjasama serta kesepahaman dari penilai dan profesional yang terkait dari anggota AVA. Disamping itu juga mengembangkan pendidikan dan riset terkait penilaian sehingga dapat mengharmoniskan hal-hal terkait penilaian antar negara anggota ASEAN, serta mengembangkan kerjasama dalam lingkup regional dan internasional.

"AVA Congress diselenggarakan secara periodik setiap tahun dengan venue yang berbeda-beda/bergiliran di antara negara-negara anggota AVA," jelasnya.

Ia menambahkan, Profesi Penilai dalam konteks swasta telah masuk ke Indonesia sejak tahun 1970-an dan memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian nasional. Peran penilai di lingkungan pasar modal merupakan peran yang pertama kali dilaksanakan, namun kemudian opini nilai menjadi referensi pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi di segala bidang, mulai dari perbankan, transaksi bisnis dan korporasi hingga dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

"Peran penilai di perbankan telah menguatkan stabilitas sistem keuangan, peran di pasar modal menggiatkan investasi sedangkan peran penilai dalam pengadaan tanah membantu pembangunan infrastruktur nasional, terutama Proyek Strategis Nasional," katanya.

Disamping penilai publik yang berpraktik di lingkup swasta, juga ada penilai pemerintah yang sebelumnya dikenal sebagai juru taksir yang menentukan besaran nilai tanah untuk digunakan sebagai dasar pengenaan pajak bumi. Selanjutnya disamping fungsi perpajakan terkait PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), fungsi penilai pemerintah kemudian berkembang dalam kerangka manajemen BMN (Barang Milik Negara) dan BMD (Barang Milik Daerah) serta untuk kepentingan penggalian potensi pajak sehingga mampu memberikan manfaat yang optimal bagi negara, disamping juga memberikan preferensi kepada negara dalam konteks kerjasama multinasional yang melibatkan aset negara.

"Pelaksanaan revaluasi aset telah membuka informasi besarnya aset negara yang sebelumnya pada tahun 2007 hanya sebesar Rp229 Triliun, kemudian menjadi Rp1.244 Triliun pada tahun 2010," katanya.


Hide Ads