RUU PPSK Dinilai Hapus Diskriminasi terhadap Koperasi

RUU PPSK Dinilai Hapus Diskriminasi terhadap Koperasi

Jihaan Khoirunnisa - detikFinance
Kamis, 24 Nov 2022 18:58 WIB
Para petani kopi binaan Koperasi Amungme Gold tengah melakukan penyortiran biji kopi, Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Ilustrasi koperasi (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Saat ini pemerintah dan DPR tengah menggodok Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias Omnibus Law Keuangan. Kehadiran aturan ini dinilai menjadi momentum bagi para pelaku koperasi simpan pinjam (KSP) untuk mendapatkan perlakuan yang setara dengan pelaku bisnis yang lain.

Ekonom Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir mengatakan hal tersebut berkaitan dengan perluasan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi kinerja koperasi. Sehingga koperasi di sektor itu diperlakukan setara sebagaimana financial technology (fintech), perbankan, asuransi, dan semua yang bergerak di sektor keuangan.

"Dengan adanya RUU PPSK koperasi berpeluang tidak didiskriminasi lagi. Jadi naik kelas, diperlakukan sama dengan badan hukum yang lain," ucap Revrisond dalam keterangan tertulis, Kamis (24/11/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Revrisond mengatakan ada berbagai wacana yang berkembang terkait hal itu. Namun dia menilai penolakan sejumlah pihak terkait pengawasan koperasi oleh OJK terlalu dini. Mengingat masih banyak hal yang perlu dibahas lebih lanjut. Misalnya saja terkait kompartemen khusus koperasi dalam RUU PPSK, yang belum secara konkret diketahui konten dan esensinya seperti apa.

"Sehingga ini justru menjadi peluang bagi berbagai pihak untuk mengusulkannya," katanya.

ADVERTISEMENT

Selain itu, pengawasan oleh OJK hanya untuk koperasi yang bergerak di bidang keuangan dengan skala yang besar dan bukan untuk koperasi di bidang produksi dan konsumsi. Menurut Revrisond, memang sudah seharusnya OJK berkewajiban mengurusi seluruh usaha yang bergerak di sektor keuangan.

Terlebih sampai saat ini urusan pengawasan koperasi belum juga tuntas lantaran ketentuan dalam UU Nomor 25/1992 yang tidak mencakup soal pengawasan. Kondisi ini menjadi salah satu kendala, yang menyebabkan pengawasan koperasi kurang optimal, karena belum adanya payung hukum yang relevan mengenai pengawasan koperasi. Ditambah urusan penjamin simpanan yang juga belum diatur dalam regulasi khusus.

Di seluruh dunia, kata Revrisond, tidak ada pembedaan pengawasan otoritas keuangan terhadap koperasi dan yang bukan koperasi. Semuanya diperlakukan sama, karena memiliki badan hukum dan bergerak di sektor keuangan.

"Sejak OJK dibentuk, seharusnya KSP diakomodir sebagaimana berbagai sektor lain yang bergerak di bidang keuangan. Karena itu, tidak heran jika terjadi problem seperti delapan KSP bermasalah yang merugikan negara puluhan triliun rupiah karena sejak awal tidak dimasukkan dalam pengawasan yang prudent dan profesional sesuai dengan kapasitasnya," katanya.

Klik halaman selanjutnya >>>

Dia memaparkan konsep dasar yang perlu digarisbawahi terkait koperasi, yakni koperasi merupakan badan usaha yang berkembang dan tidak baku. Dia mengatakan masih banyak salah kaprah di masyarakat, yang menganggap koperasi asli dari Indonesia. Padahal, koperasi berasal dari Eropa yang kemudian berkembang ke seluruh dunia.

Berbagai jaringan koperasi dari sejumlah negara membentuk International Cooperative Alliance (ICA) guna menyatukan gerakan-gerakan koperasi di setiap negara agar terjadi keseragaman. Khususnya dalam cara memandang jati diri koperasi yang sejati.

"Jadi, kalau mau bicara konsep koperasi, kita tinggal mengikuti aja perkembangan dunia (seperti) perkembangan di ICA, di Inggris, di Prancis, di Jerman, di Skandinavia, di Jepang, dan di Singapura. Sebenarnya sederhana kan? (Akan tetapi), karena terlanjur menganggap koperasi asli Indonesia, lalu tidak mau menoleh (mencontoh negara-negara lain), sehingga (koperasi di Indonesia) jadi tidak berkembang dan pengetahuan mengenai perkembangan koperasi di dunia masih dianggap sama," ungkap Revrisond.

Menurutnya, dampaknya koperasi Indonesia dianggap setara dengan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Padahal koperasi memiliki potensi besar, sehingga mungkin menjadi berskala multinasional. Tidak hanya di level UMKM saja.

Lebih lanjut Revrisond mencontohkan beberapa koperasi yang berkembang menjadi perusahaan multinasional. Mulai dari koperasi asal Prancis Crédit Agricole Group yang menjadi bank kedua terbesar di negara tersebut, Rabobank di Belanda, Mondragon di Spanyol, dan Huawei di China.

Karena itu, dia pun mendorong pemerintah untuk menggencarkan edukasi terkait perkembangan koperasi di dunia internasional ke masyarakat. Selain itu juga meningkatkan perluasan kerja sama dan pergaulan dengan koperasi internasional.

"Intinya memperkaya pengetahuan mengenai perkembangan koperasi di dunia internasional, itulah yang paling mendasar. Marilah kita membuka diri untuk mengetahui perkembangan koperasi di dunia internasional. Jangan terus-menerus terjebak dalam mitos seolah-olah koperasi itu asli Indonesia, (sehingga) tak perlu mendengar ICA, atau menoleh ke negara-negara Skandinavia, Inggris, dan sebagainya," katanya.


Hide Ads