Salah satu masalah yang dialami warga ibu kota adalah kemacetan yang bila dihitung, kerugiannya secara ekonomi cukup besar. Berdasarkan hasil studi Kementerian PPN/Bappenas dan laporan yang pernah diutarakan Gubernur DKI Jakarta era Anies Baswedan, kerugian yang diakibatkan kemacetan yaitu mencapai Rp 100 triliun.
Berbagai cara dilakukan pemerintah pusat dan daerah untuk menanggulangi masalah yang belum ada 'obatnya' ini. Teranyar adalah pemberlakuan tilang elektronik yang diterapkan Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Namun, setelah hampir dua bulan diterapkan kebijakan tilang elektronik, ternyata belum terbukti efektif menanggulangi kemacetan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi), Darmaningtyas berpandangan, tak adanya sosok petugas di lapangan, membuat masyarkat khususnya di kota besar bergerak liar seperti tanpa pengawasan.
Terlihat, makin tidak tertibnya masyarakat dalam berlalu lintas, seperti naik motor tidak menggunakan helm, berboncengan tiga orang dewasa tanpa menggunakan helm, melawan arus dan berjalan di trotoar yang membahayakan pejalan kaki.
"Pemakaian helm yang tertib hanya terjadi di jalan-jalan protokol saja, sedangkan ketika kita masuk ke jalan kolektor dan lingkungan, apalagi jalan kampung di Jakarta saja; sangat sedikit kita temukan pengendara motor yang menggunakan helm. Juga mengabaikan persyaratan keselamatan lainnya, seperti naik motor dengan menggunakan sandal jepit," kata dia.
Masalah lain adalah menurunnya tingkat kepatuhan terhadap polisi lalu lintas. Sebagai contoh, lanjut Darmaningtyas, masyarakat sekarang makin berani saja naik motor berboncengan tidak menggunakan helm lewat di depan petugas polisi yang sedang mengatur lalu lintas.
Keberanian tersebut didasarkan pada keyakinan mereka bahwa tidak akan ditilang oleh polisi. Di sisi lain, itu sebetulnya pukulan berat bagi seorang anggota polisi lalu lintas, karena jelas-jelas masyarakat melakukan pelanggaran lalu lintas namun tidak bisa menindaknya, sementara di ruas jalan tersebut belum tersedia camera CCTV.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Pengendara 'Nakal' Makin Merajalela, Tilang Manual Harus Ada Lagi?
Masalah berikutnya adalah, secara obyektif, infrastruktur untuk melakukan tilang elektronik (ETLE) saat ini belum mendukung.
Indonesia itu amat luas, terdiri dari 34 kota provinsi dan 514 kabupaten/kota. Sekarang ibu kota provinsi bahkan sudah bertambah lagi. Kalau mengacu wilayah kerja kepolisian terdapat 34 Polda dan 118 Polres.
"Namun hingga sekarang, perangkat ETLE yang terpasang baru 340 perangkat statis dan 909 mobile handheld (Emoled), mobile on board sebanyak 62, 48 perangkat speed cam, dan 5 perangkat weight in motion," jelas Darmaningtyas.
Memang ada sejumlah kota yang Pemerintah Kabupaten/Kota atau Provinsi memasang camera CCTV sendiri yang dapat diintegrasikan dengan perangkat ETLE Polri, namun jumlah tetap tidak memadai untuk melakukan pengawasan terhadap pengguna jalan di kota/daerah masing-masing.
"Ekosistem untuk pelaksanaan ETLE belum mendukung," tegas dia.
Ia melanjutkan, penegakan hukum ETLE itu sendiri mengalami banyak kendala karena sistemnya yang tidak langsung. Ketika seseorang melakukan pelanggaran lalu lintas di ruas jalan yang ada kamera CCTTV-nya, tidak dapat ditindak langsung saat itu juga, tapi perlu ada waktu validasi dan konfirmasi terlebih dulu, yang bisa memakan waktu dua minggu.
Dan celakanya, proses validasi dan konfirmasi tersebut juga mengalami kendala, karena keterbatasan anggaran untuk mengirimkan surat pemberitahuan melanggar," tutur dia.
Sebagai contoh, pada periode 18 Oktober sampai 13 Desember 2022 secara nasional terdapat 3.534.964 ter-capture melakukan tindak pelanggaran berdasarkan monitor kamera ETLE, namun hanya 305.825 (8,65%) tervalidasi dan dari yang tervalidasi tersebut hanya 51.385 (1,45%) yang terkonfirmasi.
Berdasarkan data lapangan tersebut jelas bahwa penindakan terhadap pelanggar lalu lintas tidak dapat dilakukan dengan satu mekanisme saja, yaitu tilang elekronik (ETLE) tapi juga perlu dilengkapi dengan tilang manual.
"Dengan kata lain, tilang elektronik tetap lanjut dikembangkan di semua wilayah, tapi tilang manual juga perlu dijalankan terutama untuk ruas jalan atau daerah-daerah yang belum memiliki infrastruktur ETLE yang memadai," tandasnya.
(dna/fdl)