Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) baru menetapkan cuti bersama 2023 untuk PNS dan pekerja swasta sebanyak 8 hari. Buruh menganggap ini diskriminatif. Kenapa?
Bagi PNS, hak cuti bersama 2023 8 hari tersebut tak memangkas cuti tahunan. Namun, bagi pekerja swasta termasuk buruh, cuti tahunan akan dipotong.
Atas perbedaan ini, para buruh dengan tegas menolak aturan tersebut. Penolakan ini salah satunya diutarakan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Said Iqbal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau itu benar, 8 hari cuti bersama tidak dipotong hak cuti PNS sedangkan swasta dipotong, wah itu nggak bener. Kita menolak! Nggak boleh itu, diskriminatif," ujar Said, saat dihubungi detikcom, Kamis (29/12/2022).
Said sendiri mengaku baru mendengar kabar ini. Selain terindikasi diskriminatif, menurutnya bila jatah libur tahunan pegawai swasta yang dipotong dan hanya menyisakan 4 hari, itu terlampau terlalu sedikit. Padahal 8 hari cuti bersama 2023 itu sendiri belum tentu dibutuhkan oleh para pekerja.
"8 hari cuti bersama memotong hak cuti tahunan swasta (12 hari), berarti kan pekerja swasta tuh tinggal 4 hari. Biasanya 4 hari yang dipakai untuk kepentingan pribadi setahun, apakah cukup? Misal orang tuanya sakit di kampung, kan biasanya pegawai swasta nggak boleh cuti," terangnya.
Karena itulah menurut Said, pemerintah bisa menerapkan skema yang berbeda bagi para pekerja swasta ini. Misalnya, cuti bersama hanya diterapkan 4 hari untuk pekerja swasta, sedangkan 8 hari sisanya bisa digunakan untuk kebutuhan pribadi.
"Hak cuti itu melekat pada dirinya (pekerja) loh. Undang-Undang bahwasanya gini, 'setelah bekerja dalam 1 bulan, maka pekerja swasta berhak mendapatkan hak cuti 1 hari dalam 1 bulan'. Itu harus hati-hati juga, jangan ada pemaksaan. Mentang-mentang PNS, TNI, Polri 8 hari cuti bersama, swasta juga, nggak. Karakteristiknya berbeda," katanya.
Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat pun turut memberikan pandangan serupa dan menganggap kondisi ini sangat diskriminatif. Tidak hanya itu, menurutnya cuti PNS selama 8 hari ini terlampau terlalu lama.
"Kami dari buruh nggak setuju kalau ASN itu cutinya terlalu lama! Samain dengan pekerja buruh," ujar Murah.
Menurutnya, 8 hari untuk PNS terlalu lama karena PNS sendiri merupakan aparatur yang bertugas memberikan pelayanan pada masyarakat, sehingga dikhawatirkan bisa berpengaruh pada kinerja pemerintah dalam pelayanan.
"Karena upahnya mereka kan dari rakyat. Diatur jangan sampai itu merugikan masyarakat untuk bisa mendapatkan akses pelayanan publik, padahal masyarakat sedang benar-benar sangat membutuhkan," katanya.
(zlf/zlf)