Presiden Jokowi telah memilih bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk melaksanakan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020. Pilihan tersebut tentu punya dasar dan alasan kuat.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, Basuki Rekso Wibowo mengungkapkan Presiden tentu sudah mempertimbangkan dengan matang kelebihan, kekurangan, reaksi maupun risiko yang akan timbul. Presiden tentu mengutamakan sebesar besarnya untuk kepentingan dan keselamatan Rakyat Indonesia ketika menetapkan Perppu.
"Presiden berhak menilai suatu keadaan faktual maupun potensial sebagai keadaan kegentingan memaksa. Presiden tentu tidak sembrono dalam menetapkan Perppu," tegas Basuki Rekso Wibowo di Jakarta, Kamis (05/02/2023)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Basuki Rekso memandang bahwa Perppu Cipta Kerja merupakan pilihan politik pemerintah yang dilakukan secara tepat, cepat, praktis, efektif dan efisien. Perppu No. 2/ 2022 ini tidak bertentangan dengan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020.
"Masalah kegentingan memaksa mesti dimaknai secara kontekstual dan antisipatif sesuai dengan dinamika keadaan faktual maupun potensial. Termasuk, namun tidak terbatas, adanya ancaman stagflasi ekonomi sebagai ancaman ekonomi global yang dapat menimbulkan dampak luas terhadap negara dan Rakyat Indonesia. Keadaan yang demikian itu tidak harus ditunggu dulu sampai dengan terjadinya dan telah menimbulkan akibat fatal dan korban baru kemudian disikapi dengan membuat Perppu. Sikap dan cara demikian absurd, terlambat dan tidak ada gunanya. Lagi pula perihal "kegentingan memaksa" sebagai alasan pembuatan Perppu telah ditetapkan parameternya dalam Putusan MK 138/PUU-VII/2009," ujarnya.
Baca juga: Harapan Menolak Perppu Cipta Kerja |
Terkait kehadiran Perppu No. 2/2022 yang telah mendapatkan reaksi pro dan kontra, Basuki memandang bahwa hal tersebut boleh-boleh saja. Namun yang jelas Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 mengatur bahwa presiden berhak menetapkan Perppu berdasarkan alasan terjadinya kegentingan memaksa.
"Presiden berwenang untuk menilai secara subyektif terhadap keadaan obyektif sebagai kegentingan memaksa, untuk digunakan sebagai dasar membentuk Perppu," lanjut Basuki.
Bersambung ke halaman selanjutnya.