Fenomena live TikTok sambil mandi lumpur tengah menjadi topik perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pasalnya, aksi yang terbilang nekat ini kebanyakan dilakukan oleh orang tua hingga lansia, demi memperoleh sejumlah koin dari para penontonnya.
Bahkan berbagai aksi nekat lainnya juga dilakukan, baik di TikTok maupun di beberapa platform penyedia live streaming lainnya, demi mengantongi pundi-pundi cuan.
Kondisi ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Para pakar hingga warganet pun menyebut, aksi ini sebagai 'ngemis' via media sosial yang harus segera dihentikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar Digital, Anthony Leong memperingatkan, fenomena mengemis online ini bisa terjadi secara berkepanjangan apabila para warganet terus berkontribusi dalam memberikan koin.
"Mengemis online ini bisa jadi fenomena yang berkepanjangan jikalau netizen, jikalau pengguna TikTok, pengguna medsos menggunakan sarana ini. Ibaratnya ikut kontribusi dalam memberikan koin dan lain sebagainya," kata Anthony kepada detikcom, Rabu (11/01/2023).
Anthony mengakui, fenomena ini memang salah satu dampak dari masyarakat yang semakin dinamis, selaras dengan perkembangan teknologi dan informasi. Namun, semakin banyak perhatian dan kontribusi yang diberikan warganet, akan semakin sulit menghentikannya.
"Solusinya adalah agar hal ini tidak terus terjadi, setop menonton mereka, setop memberikan koin tersebut kepada mereka, stop memberikan perhatian kepada mereka. Ini salah satu cara untuk menghentikan langkah-langkah dari mereka yang melakukan mengemis online," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, tidak hanya berlangsung lama, fenomena ini bisa saja menyebar ke platform lainnya hingga menimbulkan masalah baru.
"Penyebabnya rasa empati pengguna media sosial terhadap lansia atau konten yang menjual kemiskinan. Algoritma platform media sosial membuat pengguna yang pernah menyukai atau share konten sejenis akan di sodorkan kontenyangberkaitan," ujarnya.
Dalam hal ini, Bhima mengatakan, seharusnya platform media sosial memberikan aturan yang lebih ketat terhadap kontennya. Apabila dibiarkan, platform tersebut dapat dipenuhi konten yang tidak bermutu.
"Sebenarnya tidak perlu menggunakan hukuman, cukup koordinasi dengan platform sosial media agar pengaturan moderasi kontendiperbaiki," kata Bhima.
(dna/dna)