Sederet Biang Kerok Mal Sepi bak Kuburan, Bukan karena Pandemi!

ADVERTISEMENT

Sederet Biang Kerok Mal Sepi bak Kuburan, Bukan karena Pandemi!

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 12 Jan 2023 07:29 WIB
Mal yang terletak di bawah Terminal Blok M itu sempat menjadi tujuan pusat berbelanja warga Jakarta di era tahun 1990-an. Kini banyak kios yang tutup dan sepi pengunjung.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Jakarta -

Mal-mal legendaris di Jakarta sepi bak kuburan. Landainya pandemi COVID-19 dan dicabutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak membuat keadaan berbalik seperti semula.

Mal-mal legendaris di Jakarta seperti Mal Ratu Plaza, Glodok City, Mal Blok M, serta Plaza Semanggi kini kondisinya memprihatinkan. Banyak kios tutup dan hanya tersisa beberapa pedagang seakan hidup segan mati pun tak mau.

Pakar Marketing dan Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan ada tiga faktor yang membuat mal tersebut sepi bak kuburan. Pertama, digital disruption alias adanya perkembangan digital membuat kehadiran belanja online semakin di depan.

"Perilaku masyarakat cenderung berubah dengan kehadiran teknologi aplikasi belanja online," kata Yuswohady kepada detikcom, Rabu (11/1/2023).

Kedua, pandemic disruption. Munculnya pandemi COVID-19 semakin mempercepat mal sepi bak kuburan karena saat itu pemerintah melarang konsumen datang ke tempat keramaian seperti mal.

Ketiga, millennial disruption. Yuswohady menyebut saat ini milenial semakin malas datang ke mal untuk belanja karena sudah dimanjakan dengan aplikasi-aplikasi belanja online.

"Jadi generasi milenial dengan sendirinya itu belanja sudah nggak fisik, terutama untuk item-item tertentu. Itu mereka pilih lebih belanja secara online," ucapnya.

Persoalan triple disruption di atas disebut bukan semata penyebab mal sepi bak kuburan. Sumber persoalan sebenarnya dinilai datang dari mal-mal itu sendiri, yang dianggap malas mengikuti perkembangan zaman.

"Mereka tak mampu merespons triple disruption sehingga tak relevan lagi di pasar. Siapa yang beradaptasi, ia survive karena beberapa mal lain, seperti Grand Indonesia, Mal Kelapa Gading, atau Mal Kokas, masih tetap ramai. Sementara yang tidak akan hilang ditelan zaman," beber Yuswohady.

Nasib Mal di Masa Depan

Yuswohady mengatakan keberadaan mal akan tetap dibutuhkan bagi masyarakat untuk menghilangkan kepenatan dari era digital. Untuk itu, mal diprediksi akan tetap ada dan tidak akan 'punah'.

"Apalagi PPKM sudah dicabut, mal ini akan tumbuh lagi. Jadi kalau secara keseluruhan mal hilang itu tidak. Untuk orang kita Indonesia, mal itu relevan karena kita itu kan suka bersosialisasi, nongkrong, ngobrol, ngegosip, nah itu asyik dilakukan di mal," kata Yuswohady.

Yuswohady menilai banyaknya mal sepi bak kuburan hanya karena kalah persaingan. Siapa yang mau beradaptasi mengikuti perkembangan zaman, dia akan bertahan, sementara yang tidak akan hilang ditelan zaman.

"Seberapa pun kita tergantung pada digital, kita masih akan tetap perlu interaksi sosial, yang itu kita lakukan di mal," ucapnya.

"Inilah tantangan terbesar bagi mal-mal yang sepi bak kuburan. Mereka harus bermetamorfosis menjadi mal yang relevan bagi milenial/zilenial. Kalau tidak, mal-mal itu akan dibunuh oleh mereka," tambahnya.

Saksikan juga d'Mentor on Location: Rahasia Jualan Baju Balita Hasilkan Ratusan Juta

[Gambas:Video 20detik]



(aid/zlf)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT