JP Morgan Chase (JPMC) menuntut pendiri startup fintech Frank, Charlie Javice dan juga Oliver Amar, atas tuduhan pemalsuan data pengguna. Hal ini dilakukannya tidak lama setelah mengakuisisi startup tersebut.
Frank merupakan startup yang memberikan layanan berupa pinjaman pendidikan kepada pelajar di Amerika Serikat. JPMC mengakuisisi Frank dengan mahar US$ 175 juta atau sekitar Rp 2,6 triliun (dalam kurs Rp 15.250) pada 2021 lalu.
Dilansir dari CNBC, Senin (16/01/2023), Frank ketahuan memalsukan data jumlah penggunanya. Dari total 4,25 juta pengguna yang diklaim, ternyata aslinya cuma 300 ribuan orang saja.
Kebohongan pun terdeteksi setelah pihaknya mengirimkan email pemasaran ke 400.000 pelanggan Frank. Namun ternyata, 70% email tersebut dikembalikan. Informasi ini disampaikan JPMC dalam gugatan yang dilayangkannya ke Pengadilan Distrik AS di Delaware akhir tahun lalu.
Sementara itu, dilansir dari Forbes, diduga langkah ini dipicu karena pihak JPMC sempat meminta detail menyangkut jumlah pengguna sebagai bagian dari pembahasan pengambilalihan. Hingga akhirnya, Javice dan Amar berniat memalsukan jutaan akun tersebut.
"Javice pertama kali menolak permintaan JPMC, dengan alasan bahwa dia tidak dapat membagikan daftar pelanggannya karena masalah privasi," tulis JPMC dalam gugatannya untuk menjelaskan kronologi kasus yang terjadi dengan Javice.
Mereka disebut-sebut sempat meminta direktur teknik Frank untuk membuat detail pelanggan palsu. Setelah direktur tekniknya menolak, Javice kemudian diduga telah membayar US$ 18.000 atau sekitar Rp 274,5 juta kepada seorang profesor ilmu data untuk membuat jutaan akun palsu menggunakan data sintetis.
Pengacara Javice sendiri membantah tuduhan itu. Justru Javice malah mengajukan tuntutan balik yang menyebutkan JP Morgan berusaha untuk merusak perjanjian akuisisi yang sudah disepakati.
JP Morgan sendiri sudah menutup operasi Frank pada hari Kamis setelah gugatan itu dipublikasikan. Javice sendiri tetap bekerja sebagai direktur pelaksana yang mengawasi produk Frank setelah akuisisi dilakukan. Namun, JPMC menghentikan pekerjaannya pada bulan November.
Kasus penipuan ini cukup mengagetkan publik, pasalnya Javice sendiri sempat masuk dalam daftar Forbes 30 under 30 di kategori Finance di tahun 2019. Daftar itu berisi 30 tokoh muda di bawah 30 tahun yang memiliki prestasi mentereng dan kontribusi besar bagi masyarakat.
Javice masuk daftar tersebut karena membesut startup Frank yang dapat mempercepat dan mempermudah proses pengajuan pinjaman pendidikan untuk mahasiswa di Amerika Serikat.
Forbes menyebut Javice mendirikan Frank dari awalnya cuma beranggotakan 15 orang pada tahun 2016. Sejak saat itu, dia telah mengumpulkan US$ 16 juta pendanaan untuk Frank. Startup yang dibesutnya juga diklaim telah membantu 300.000 pengguna mengajukan permohonan bantuan keuangan.
Simak Video "CEO Frank yang Diduga Tipu JP Morgan Pernah Masuk '30 Under 30' Forbes"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)