Ancaman resesi global diprediksi terjadi tahun ini. Namun bagi negara berkembang, pertumbuhan ekonomi masih terjadi meskipun cenderung melambat.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah tantangan global pada 2023, salah satunya perang Rusia-Ukraina.
"Beberapa persoalan di 2023 ada beberapa, perang Ukraina yang berdampak pada harga komoditas," katanya dalam Dentons HPRP Law and Regulations Outlook 2023 Omnibus Law Sektor Keuangan: Tantangan dan Antisipasi, Senin (20/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut perang Rusia-Ukraina menjadi salah satu penyebab ekonomi kurang baik tahun ini. Menurutnya, Eropa dan AS mendominasi perekonomian dunia. Saat dua pihak mengalami konflik, dampaknya akan terasa ke negara lainnya.
Namun, ia memprediksi ada penurunan harga komoditas pada triwulan III-2023. Jika sebelumnya Indonesia mendapat untung dari kenaikan harga komoditas, tahun ini jumlahnya akan turun
"Harga komoditas di triwulan III akan menurun. Jadi ini akan berdampak pada fiskal Indonesia. Indonesia sebelumnya diuntungkan dengan kenaikan harga komoditas, kita dapat windfall. Tahun ini akan menurun. Ekspor kita juga akan terjadi penurunan," jelasnya.
Inflasi diprediksi melandai seiring menurunnya harga komoditas. Sebelumnya, Indonesia mampu mengatasi tekanan inflasi berkat subsidi BBM. Ia mengatakan, tanpa subsidi BBM, maka inflasi bisa saja tinggi.
The Fed kemungkinan masih menaikkan tingkat suku bunga acuan, tapi lebih rendah dari tahun lalu. Aviliani menyebut suku bunga acuan baru akan turun di kuartal IV atau awal 2024.
Di tengah tantangan tersebut, Indonesia masih bisa mendapat keuntungan pada 2023, salah satunya berkat gelaran pesta politik.
"Indonesia diuntungkan di 2023, partai politik mulai mengeluarkan dana-dana konsumsi untuk masyarakat. Ini meningkatkan konsumsi di 2023, mulai bulan Maret," jelasnya.
(ara/ara)