Pemerintah China berencana memberikan bantuan sosial (bansos) uang tunai senilai US$ 6 atau Rp 91 ribu/bulan (kurs Rp 15.169) untuk meredam dampak kenaikan harga pangan. Keputusan itu justru membuat marah penduduknya di sosial media karena nilainya dianggap terlalu rendah.
"40 yuan? Apakah Anda serius? (Ketika) orang berpenghasilan rendah naik kereta bawah tanah untuk mengumpulkan uang dan pulang, mereka kehilangan 8 yuan," kata salah satu warga China dalam komentar di platform Weibo, dikutip dari CNN, Selasa (21/2/2023).
"Apakah itu seperti penghinaan? (Jumlahnya) hanya mensubsidi semangkuk mie," kata pengguna Weibo lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa orang mengkritik lemahnya sistem kesejahteraan sosial di China. Harga pangan melampaui tingkat nasional di mana harga sayuran melonjak 24% di Beijing bulan lalu.
Inflasi China pada Januari 2023 naik 2,1% dari tahun sebelumnya. Meskipun angkanya relatif rendah dibandingkan negara lain, harga pangan melonjak 6,2% di mana harga daging babi dan buah naik paling tinggi.
Merespons itu, pemerintah China akan memberikan bansos uang tunai kepada 300 ribu lebih orang berpenghasilan rendah sebesar 40 yuan/bulan. Pembayaran pertama akan diberikan akhir bulan ini, namun belum diketahui sampai kapan akan berlanjut.
"(kami akan) mencoba melakukan pekerjaan dengan baik dalam memastikan penghidupan dasar bagi orang-orang yang membutuhkan dan terus meningkatkan rasa keuntungan, kebahagiaan, dan keamanan masyarakat," ujarnya.
Program bansos uang tunai untuk masyarakat berpenghasilan rendah di China sebenarnya sudah ada sejak 2011. Setiap kota atau wilayah menetapkan standarnya sendiri karena biaya hidup bervariasi di seluruh negara.
Tonton juga Video: PPKM Dicabut, Jokowi Tetap Minta Bansos Dilanjutkan di 2023