Curhat Maskapai soal Ribetnya Birokrasi: Baut 3 Biji Saja Mesti Impor

Curhat Maskapai soal Ribetnya Birokrasi: Baut 3 Biji Saja Mesti Impor

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 03 Mar 2023 10:50 WIB
Boeing 787 aircrafts are seen at Boeings Everett Production Facility as they undergo joint verification Wednesday, June 15, 2022, in Everett, Wash. (Jennifer Buchanan/The Seattle Times via AP, Pool)
Foto: AP/Jennifer Buchanan
Jakarta -

Industri penerbangan saat ini masih dalam tahap pemulihan pasca pandemi COVID-19. Di sisi lain, sejumlah tantangan masih harus dihadapi mulai dari harga komponen operasional hingga birokrasi yang terbilang menyulitkan.

Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan Euro saat ini berimbas terhadap harga komponen operasional. Kondisi ini membuat pengusaha penerbangan semakin terbebani.

"Belanja operasional kita itu mata uang asing. Kalau 6 tahun lalu Rp 13.000/US$ sudah empot-empotan. Tapi sekarang ini dekat Rp 16.000/US$. Jadi menurut saya masuk akal semua pemain dapat permasalahan dalam mengelola usaha mereka, kejar minimum target traffic. Jangan sampai jadi industri yang tidak sehat sehingga yang kena konsumennya," kata Denon, dalam Rakor INACA di Jakarta Timur, Jumat (3/3/2013).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam menyelesaikan persoalan ini, pihaknya terus melakukan koordinasi teknis bersama dengan Kementerian Perindustrian. Kementerian terus mendorong agar Indonesia dapat memproduksi sparepart sendiri. Namun sayangnya, langkah ini masih terbentur birokrasi yang menyulitkan.

"Tapi sampai saat ini masih banyak sparepart yang masuk larangan terbatas. Sebagai contoh di Malaysia masuk larangan terbatasnya spareparts 15%. Sementara Indonesia masih 49%. Jadi kalau yang namanya baut 3 biji saja mesti impor," ungkap Denon.

ADVERTISEMENT

"Itu administrasi saja panjang. Kalau 1 pesawat kecil gak apa-apa, tapi kalau 10-20 pesawat, akhirnya harus ada departemen yang urus birokrasi," sambungnya.

Menurut Denon, terbentuknya kebijakan dalam larangan pembatasan sparepart ini adalah karena baik pemerintah maupun para pelaku usaha belum berhasil mencari solusi apa yang sebetulnya harus dilakukan.

Oleh karena itu, Denon berharap ke depannya pihaknya bisa memberikan masukan-masukan strategis melalui diskusi. Apabila semua pihak mampu bekerja sama, ia yakin Indonesia dapat mencapai cita-citanya menjadi negara maju pada 2045.

"Kalau seluruh stakeholder bisa bersinergi, fokus bagaimana meningkatkan perekonomian Indonesia dengan fundamental kuat, tentu cita-cita 2045 Indonesia jadi penguasa duni menjadi lebih masuk akal," pungkasnya.




(zlf/zlf)

Hide Ads