Adapun pengauditan sampah ini dirangkum dalam sebuah laporan berjudul 'Sungai Watch Impact Report 2022'. Sungai Watch menilai audit merek dari sampah plastik menjadi hal mendesak yang perlu dilakukan guna mencegah polusi.
"Tujuan kami adalah untuk menghentikan plastik mengalir ke laut dan mencari upaya untuk terlebih dahulu mencegah polusi plastik agar tidak masuk ke sungai," tulis Sungai Watch dalam laporan terbarunya tersebut.
Pada laporannya, tim Sungai Watch berhasil mengeluarkan 535,246 kg sampah non-organik dari sungai dan laut di Pulau Bali dan Jawa Timur pada 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 235,218 item diaudit dan dipilah berdasarkan merek.
"Tujuannya untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh dari mana sumber sampah plastik, dan praktik atau industri apa yang bertanggung jawab atas sampah tersebut," papar Sungai Watch.
Dalam proses audit, tim Sungai Watch menerapkan salah satu teknik pengumpulan, yakni dengan memasang penghalang sampah di permukaan sejumlah sungai. Hal ini bertujuan untuk mencegah sampah plastik agar tidak terus mengalir ke lautan.
"Kami berharap temuan ini bisa mendorong perusahaan dan masyarakat agar segera mengambil langkah untuk mengatasi polusi plastik," lanjutnya.
Berdasarkan laporan Sungai Watch, sampah plastik milik salah satu produsen AMDK multinasional mencapai rekor tertinggi dengan angka 10%. Dari semua produk milik perusahaan tersebut, kemasan gelas plastik sekali pakai ditemukan menjadi penyampah terbesar dengan capaian angka 63%.
Angka tersebut disusul dua merek botol AMDK (27% dan 5%), tutup galon guna ulang (3%), dan botol minuman ringan (1%). Kecuali kemasan gelas plastiknya (PP), botol AMDK produksi perusahaan multinasional ini diproduksi dari bahan plastik PolyEtilena Tereftalat (PET).
Tak hanya itu, perusahaan multinasional ini juga menempati posisi teratas penyampah terbesar pada 2021 dan 2020 berdasarkan laporan Sungai Watch. Adapun prestasi buruk ini konsisten diraih dalam tiga tahun berturut-turut.
Sementara posisi penyampah terbesar kedua diduduki oleh produsen minuman teh dalam kemasan yang mencatatkan 7 % dari total limbah sampah plastik yang diaudit (95% sampah produk teh kemasan). Perusahaan penyampah terbesar ketiga ditempati oleh produsen minuman ringan dan mie instan.
Sebelumnya di lokasi berbeda, hasil survei Brand Audit Sampah Plastik yang dilakukan salah satu media nasional bersama para relawan lingkungan pada 22-27 September 2022 di 11 kelurahan Kota Bogor yang dilintasi aliran Sungai Ciliwung, menempatkan produsen AMDK multinasional tersebut di posisi puncak sebagai penyampah plastik terbesar dengan kontribusi 40,4%.
Persoalan sampah ini juga menjadi permasalahan bagi kelompok lingkungan lainnya seperti, Surfrider, ClientEarth dan Zero Waste France. Menurut hasil audit merek terbaru yang dilakukan oleh lembaga Break Free From Plastic (BFFP) sepanjang 2018-2022, produsen AMDK multinasional ini juga berada dalam 10 besar pencemar sampah plastik terbesar di dunia.
ClientEarth menilai plastik yang digunakan perusahaan multinasional tersebut setiap tahun beratnya lebih dari 74 kali berat Menara Eiffel. Laporan keuangan produsen AMDK multinasional ini juga mengungkapkan menggunakan 750.000 ton plastik pada 2021. Adapun jumlah ini jauh lebih besar dari penggunaan plastik pada 2020 yang mencapai 716.500 ton. Semua plastik yang digunakan utamanya untuk kemasan botol air mineral, kemasan yogurt dan kemasan lainnya.
Meski demikian, perusahaan multinasional tersebut mengklaim sepanjang 2018-2021 mereka telah mengurangi penggunaan plastik hingga 12% dan berkomitmen hanya akan menggunakan plastik daur ulang dan guna ulang pada 2025.
Namun, klaim ini dibantah oleh lembaga Ellen MacArthur Foundation, yang bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan melibatkan perusahaan-perusahaan besar untuk mengatasi sampah plastik. (fhs/ega)