Sebanyak 134 pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki saham di 280 perusahaan. Menurut Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan kepemilikan saham di perusahaan selama ini tidak dilarang secara tegas di aturan pemerintah.
Menurutnya, di aturan yang berlaku saat ini tidak melarang pegawai pajak memiliki saham di perusahaan. Sebetulnya hal ini pernah dilarang pada peraturan pemerintah di tahun 1980. Hanya saja di aturan baru terdapat kalimat yang menyebutkan hal tersebut tidak etis, tapi tidak melarang.
"Boleh. Tapi, bukannya boleh juga ya. Tapi tidak etis. Tidak etis, waktu PP di tahun 80 dilarang berbisnis, tapi PP berikutnya itu ngga jelas aturnya. Hanya bilang agar memilih kegiatan yang etis," ungkap Pahala ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang nggak ada (aturan yang melarang)," lanjutnya.
Pahala juga membeberkan ratusan perusahaan yang sahamnya dimiliki pegawai pajak adalah perusahaan tertutup dan tidak terdaftar di bursa efek. Termasuk 6 perusahaan yang sahamnya dimiliki Rafael Alun Trisambodo.
"Bukan, bukan (perusahaan terbuka). Kalau di bursa kita nggak pusing itu kan bebas investasi. Ini perusahaan tertutup, non listing. Semua tertutup," ujar Pahala.
Lalu mengapa pegawai pajak yang punya saham di perusahaan jadi sorotan KPK?
Menurut Pahala, praktik ini menimbulkan adanya risiko korupsi yang dilakukan wajib pajak. Dia menjelaskan selama ini pegawai pajak punya hubungan erat dengan wajib pajak.
"Kenapa kalau ini punya perusahaan konsultan pajak jd bahaya? Karena kan orang pajak berhubungan dengan wajib pajak. Wajib pajak itu kan berkepentingan membayar sedikit mungkin, petugas pajak atas nama negara dengan wewenangnya harus bisa membuat pungutan pajak maksimum," jelas Pahala.
Nah dari hubungan erat itu lah risiko korupsi bisa terjadi. Yang paling memungkinkan adalah gratifikasi dan suap yang dilakukan wajib pajak ke pegawai pajak untuk menurunkan kewajiban pajaknya.
"Muncul risiko ketika ketemu, risiko itu yang kita bilang kita cari korupsinya. Itu yang paling mungkin dari hubungan mereka paling mungkin adalah gratifikasi dan suap. Per definisi kan penerimaan terkait jabatan dan wewenang," papar Pahala.
Gratifikasi dan suap itu akan sangat mudah dilacak bila pemberiannya diberikan lewat rekening bank ataupun pemberian secara tunai. Nah dengan perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki pegawai pajak ini, suap dan gratifikasi bisa disalurkan secara samar-samar.
Apalagi, bila perusahaan yang dimiliki sahamnya adalah konsultan pajak. Pahala bilang dari 280 perusahaan yang sahamnya dimiliki pegawai pajak di antaranya ada yang merupakan perusahaan konsultan pajak.
"Nah dengan berbisnis, buka PT, apalagi konsultan pajak dia ada kemungkinan mengalirkan pembayaran ke PT sebagai konsultan pajak baru dari situ dia ambil keuntungan sebagai pemegang saham," ujar Pahala.
"Itu lah opsi mengaburkan pendapatan dia," pungkasnya.
(hal/zlf)