Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) mengungkap market share galon bening di Indonesia terus meningkat. Data tahun 2022 mencatatkan market share AMDK galon bening dari plastik jenis Polyethylene Terephthalate (PET), meningkat menjadi 8% dari sebelumnya 6%.
Sementara itu, market share galon guna ulang dari plastik keras polikarbonat yang didominasi market leader, merosot menjadi 92% dari sebelumnya 94%. Polikarbonat adalah plastik keras yang mengandung bahan kimia Bisphenol-A (BPA).
"Selama puluhan tahun, karena ketidaktahuan mereka, konsumen mengkonsumsi air dari kemasan galon yang berpotensi membahayakan kesehatan, pemerintah jelas punya kewajiban untuk melindungi masyarakat dan sudah mengambil langkah tepat sebelum terlambat," jelas Sekretaris Jenderal Asparminas Eko Susilo dalam keterangan tertulis, Jumat (17/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 30-40 juta galon yang beredar di Indonesia saat ini, sebanyak 90 persen adalah galon guna ulang polikarbonat," lanjutnya.
Eko mengungkapkan saat ini sedang terjadi peningkatan pasar untuk produk-produk AMDK di luar market leader.
"Pertumbuhan produsen air minum kemasan di luar pemain besar tumbuh 2 digit, di mana hal tersebut menjadi kabar baik bagi kami, produsen air minum kemasan lokal," tutur Eko.
Mengutip data terbaru yang dikeluarkan Asparminas pada awal 2023, pertumbuhan pasar AMDK galon pada 2022 mencapai angka 4%. Eko menyatakan pemain besar yang dikuasai perusahaan multinasional cenderung stagnan. Menurut mereka produsen AMDK skala menengah dan kecil lainnya di luar pemain besar, telah berhasil melakukan inovasi dan meningkatkan daya saing, sehingga bisa mengambil pasar dari pemain besar.
"Pelaku usaha bisa lebih inovatif dan lebih tenang dalam menjalankan usaha air minum karena sudah sesuai regulasi pemerintah, dan masyarakat juga diuntungkan karena kesehatan mereka bisa lebih terjaga," sebut Eko.
Eko mengatakan air minum kemasan lokal yang berjumlah 95% lebih dari total produsen AMDK tersebar di seluruh pelosok nusantara. Ia menjabarkan saat ini ada 1.200 pelaku AMDK, dengan volume air minum 35 miliar liter per tahun, 2.100 merek dan 7.000 lebih izin edar.
"Mereka (pelaku usaha dalam negeri) harus terus berinovasi dan meningkatkan daya saing, sehingga bisa berkontribusi pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di daerah masing-masing," ungkap Eko.
Berdasarkan olahan data dari berbagai sumber, market leader AMDK di Indonesia diketahui menguasai kurang lebih 50% market share. Sementara itu, beberapa merek produk lokal seperti Cleo, Club, Le Minerale, 2 tang, Oasis, Prima, dan Super O2, masing-masing hanya menguasai 1%-5% market share.
Eko menerangkan pelaku industri AMDK sebetulnya mampu menghemat biaya produksi hingga Rp 1,5 triliun per tahun dengan meninggalkan galon polikarbonat yang notabene masih impor, dan beralih menggunakan galon dari jenis plastik PET produksi dalam negeri yang lebih kompetitif dan mudah didaur ulang.
"Jadi, seharusnya sumber dari dalam negeri yang melimpah yang justru didukung, bukan tetap memaksakan impor. Selain tidak sehat dan tidak kompetitif, industri yang tetap melakukan impor ini jelas tidak sehat," ujar Eko.
(ega/ega)