Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menjelaskan alasan di balik penerbitan izin pengusaha berorientasi ekspor memangkas upah pekerja maksimal 25%, yakni adanya aduan dari sejumlah asosiasi pengusaha di industri padat karya.
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos) Kemenaker Indah Anggoro Putri. Ia mengatakan, pada Oktober 2022 lalu sejumlah asosiasi menyampaikan surat kepada Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah agar dibuatkan aturan fleksibilitas upah dan jam kerja akibat kondisi global yang kurang bersahabat.
Adapun asosiasi-asosiasi terkait antara lain Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Korean Garmen Association (KOGA), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), hingga Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
"Isinya permohonan fleksibilitas jam dan hari kerja. 'Mohon Bu Menaker buat peraturan untuk bolehkan kami sesuaikan jam kerja pekerja'," kata Indah, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Indah menekankan, pihaknya pun melalui proses yang panjang dan sangat berhati-hati dalam memproses surat tersebut. Kemnaker juga langsung merapatkan barisan dengan kementerian lainnya sebagai salah satu upaya validasi data, hingga barulah aturan tersebut dapat diterbitkan pada 8 Maret 2023 kemarin.
"Ibu Menaker menugaskan saya lakukan pertemuan dialog dengan mereka (pengusaha). Mereka bawa data-data dan memang dibuktikan dengan data-data konkret. Ini sudah melalui tahap yang panjang dari mulai Oktober tersebut," ujarnya.
Adapun industri yang diperbolehkan melakukan pemangkasan upah maksimal 25% tersebut ialah industri padat karya berorientasi ekspor tersebut meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.
Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan yang boleh menerapkan kebijakan tersebut khusus yang memiliki negara tujuan ekspor di kawasan Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang mengalami penurunan permintaan. Adapun keputusan penyesuaian ini juga harus berdasarkan kesepakatan antara karyawan dengan perusahaan.
"Kalau ditanya berapa industrinya (dalam surat pengajuan), itu lebih dari 100 pabrik. Dan surat itu nggak langsung dijawab," kata Indah.
Indah mengatakan, peraturan ini diterbitkan pemerintah karena merespon dinamika global ekonomi dan geopolitik yang berdampak pada kondisi ketenagakerjaan, salah satunya yakni penurunan nilai ekspor Indonesia di sektor non migas.
Menurutnya, apabila ekspor ke kawasan tersebut menurun, otomatis akan mempengaruhi produksi pabrik di tanah air. Angka ekspor pun turun cukup signifikan yakni 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-to-month/mom), mencapai US$ 21,4 miliar. Angka ini berdasarkan atas data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2023.
"Ini juga supaya jangan sampai ada perusahaan memotong gaji upah semena-mena. Supaya jangan semena-mena industri padat karya melakukan PHK. Makanya, kita kasih rambu-rambu (syarat dan aturan). Makanya Permenaker ini hadir," kata Indah.
Di sisi lain ia juga menegaskan, dengan pembentukan regulasi ini bukan berarti menunjukkan pemerintah lebih mendukung kepentingan pengusaha. Justru sebaliknya, pemerintah ingin melindungi pekerja sekaligus industri tempat mereka bekerja agar bisa terus berkelanjutan melalui regulasi yang diawasi ketat.
"Tujuan untuk memberikan perlindungan bagi pekerja buruh dan perusahaan supaya perusahaan juga bisa sustain. Kadang pekerja juga berpikir Kemenaker harus selalu pro pekerja. Peraturan bukan hanya untuk buruh, tapi mereka harus tetap bisa bekerja kalau perusahaannya eksis dan sustain," ujar Indah.
Seperti diketahui, kebijakan yang dimaksud ialah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
"Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima," tulis pasal 8 ayat (1) aturan tersebut, Rabu (15/3/2023).
Tak hanya soal upah, Permenaker tersebut juga mengatur penyesuaian waktu kerja yang dapat dilakukan oleh perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor.
"Penyesuaian waktu kerja dapat dilakukan kurang dari 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu. (Atau) 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu," tulis pasal 5 ayat (3).
Penyesuaian waktu kerja disebut diatur dalam kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Terkait hal ini juga berlaku selama 6 bulan terhitung sejak Permenaker ini mulai berlaku 8 Maret 2023.
Simak Video "Kemnaker Salurkan BSU Tahap 7 untuk 3,6 Juta Pekerja"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)