Pemerintah Diminta Perbaiki Isi Omnibus Law Kesehatan

Pemerintah Diminta Perbaiki Isi Omnibus Law Kesehatan

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Jumat, 24 Mar 2023 14:59 WIB
Omnibus Law Cipta Kerja
Foto: Omnibus Law Cipta Kerja (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan telah disahkan sebagai inisiatif DPR pada Februari 2023 lalu. Selanjutnya, RUU ini akan memasuki tahapan pembahasan di DPR dengan melibatkan perwakilan pemerintah yang ditunjuk oleh presiden.

Dalam perjalanannya, RUU ini menuai banyak kritik dan penolakan dari berbagai pihak di sektor kesehatan. Misalnya, RUU ini didemo oleh ratusan dokter dan organisasi profesi kesehatan.

Pada demo tersebut, para dokter dan anggota organisasi profesi kesehatan menilai ada hal yang dapat merugikan masyarakat, seperti proses yang tidak transparan, tidak ada naskah akademik, dan ada upaya liberalisasi sektor kesehatan nasional, termasuk penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi, dan surat tanda registrasi (STR).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pendiri Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih mengatakan, walaupun saat ini Kementerian Kesehatan sudah mulai membuka ruang diskusi terkait RUU Omnibus Law Kesehatan, masukan dari publik dapat dipertimbangkan sebagai bentuk perbaikan.

"Kami menyambut baik langkah Kemenkes (Kementerian Kesehatan) membuka ruang diskusi dan dialog tentang RUU Kesehatan melalui public hearing. Namun, pembahasan yang cenderung terburu-buru membuat banyak pasal perlu diperbaiki. Kami melihat RUU ini masih menyisakan banyak ruang perbaikan," kata Diah Saminarsih di Jakarta, (23/3/2023).

ADVERTISEMENT

Salah satu isu yang menjadi sorotan CISDI dalam RUU Omnibus Law Kesehatan adalah definisi masyarakat rentan yang masih terlalu sempit. Adapun definisi masyarakat rentan dalam naskah RUU Kesehatan terdiri dari ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan lanjut usia.

"Padahal catatan CISDI melihat bahwa kerentanan adalah sesuatu yang luas dan memiliki sifat interseksional yang besar," ujar Diah.

Pihaknya mengusulkan agar definisi kelompok rentan dalam RUU Kesehatan menyertakan kelompok demografi dengan relasi kuasa yang rendah. Di dalamnya mencakup anak-anak dan perempuan.

Dia menambahkan, individu di wilayah Tertinggal, Terpencil, dan Terluar juga seharusnya masuk dalam kelompok rentan secara demografi. Selain itu, masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh dan sempit (slum) tanpa akses sanitasi dan air bersih, harus masuk dalam kelompok rentan dalam RUU Kesehatan.

Selain permasalahan definisi kelompok rentan, RUU Omnibus Law Kesehatan nantinya juga akan mengatur berbagai isu di sektor kesehatan seperti kedokteran, keperawatan, kebidanan, sistem jaminan sosial nasional (SJSN), kefarmasian, kekarantinaan kesehatan, dan pengaturan serta pengawasan zat adiktif.

"Meski demikian, berbeda dari UU Kesehatan sebelumnya, terdapat perluasan kategorisasi zat adiktif dimana pada RUU Omnibus ini narkotika dan psikotropika juga digolongkan sebagai zat adiktif serupa dengan produk tembakau dan rokok," tukasnya.

(fdl/fdl)

Hide Ads