Kenapa Zona Tangkap Ikan Harus Diatur? Trenggono: Biar Adil

Kenapa Zona Tangkap Ikan Harus Diatur? Trenggono: Biar Adil

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 29 Mar 2023 13:31 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono di Sleman, DIY, Senin (27/2/2023).
Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng
Jakarta -

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkap alasan mengapa pemerintah membuat kebijakan zona penangkapan ikan terukur. Ia mengatakan hal ini untuk keadilan bagi nelayan kecil, pelaku usaha, dan pemerintah.

"Memperbaiki tata kelola perikanan nasional yang lebih terukur, adil, dan terkendali. Jadi PP 11 akan mengkluster mana yang betul-betul pengusaha mana yang betul-betul nelayan kecil," kata Trenggono kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui, landasan utama dari kebijakan penangkapan ikan terukur dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 yang telah disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkaitan dengan zonasi, nantinya pengusaha tidak lagi bisa sembarangan menyeberang untuk menangkap ikan. Ia mencontohkan misalnya kapal pengusaha dari kawasan Pantura mengambil ikan ke kawasan Maluku. Nah itu sudah tidak boleh, kalau bongkar muatnya kembali ke pelabuhan Pantura.

"Jadi kita larang dia pergi ke sana balik ke Pantura, pertama itu tidak efisien, kedua dia kan pengusaha bukan nelayan kecil, kalau nelayan kecil one day fishing nggak mungkin pergi sejauh ini," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Trenggono mempersilahkan pengusaha ingin mengambil ikan di kawasan lainnya, tetapi dengan syarat. Syarat itu adalah diharuskan memindahkan kapal, anak buah kapal hingga kelengkapan melaut di wilayah tersebut. Misalnya kapal pengusaha Pantura ingin mengambil ikan di wilayah Maluku, maka kapal hingga awak kapal harus pindah ke Maluku.

"Bukan dilarang, boleh mau mengambil di zona 3 misalnya, dia itu berkorporasi boleh. Treatmentnya jadi investor industri, dia ngambil di sana tetapi krunya harus pindah juga, harus berhenti di sana, tangkap di sana. Jangan lupa akan ditetapkan 5 sampai 6 pelabuhan industri jadi akan ada SPBU industri, nggak lagi bisa ambil dari SPBU nelayan tradisional," jelasnya.

Aturan ini juga telah diterangkan di PP Nomor 11 Tahun 2023 pada pasal 19. Ada tujuh rincian berkaitan dengan penangkapan ikan bagi kapal-kapal pengusaha.

"Kapal Pengangkut Ikan yang melakukan pengangkutan ikan dari Daerah Penangkapan lkan pada Zona Penangkapan Ikan Terukur wajib mendaratkan ikan hasil tangkapan di Pelabuhan Pangkalan yang sama dengan Pelabuhan Pangkalan dari Kapal Penangkap Ikan," tulis pasal 19 nomor 1.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Tonton juga Video: Penampakan 3 Kapal Motor di Pelabuhan Probolinggo Terbakar

[Gambas:Video 20detik]




Trenggono juga pernah menyampaikan bahwa bahwa zonasi tersebut akan meringankan biaya operasional bagi pelaku usaha. Ia mencontohkan jika pelaku usaha melakukan aktivitas penangkapan ikan di Zona 3 , misalnya Merauke, maka seluruh aktivitas mulai dari penyiapan perbekalan, penangkapan ikan sampai dengan bongkar ikan hasil tangkapan di Zona yang sama.

"Coba, costnya kan tinggi. Dari Tegal menuju Merauke, dia balik lagi ke Tegal, itu costnya berapa? Di jalan aja udah berapa, tapi kalau dia nangkepnya di Merauke, berangkatnya dari Merauke, kembali ke Merauke, kan lebih efisien. Itu salah satu," ucapnya, saat ditemui di Budidaya Udang Berbasis Kawasan Kebumen, 8 Maret 2023 lalu.

Keuntungan untuk nelayan kecil, tentunya penangkapan ikan di wilayah tersebut tidak terganggu. Ada banyak kesempatan nelayan kecil untuk meningkatkan perekonomiannya dengan diaturnya zonasi dan kuota penangkapan ikan terukur.

"Karena nelayan kecil ini tidak dikenakan PNBP sama sekali. Kuota untuk nelayan kecil itu tidak dikenakan apa apa," lanjutnya.

Trenggono menjelaskan bagaimana perbedaan pengusaha penangkapan ikan dan nelayan. Jika nelayan kecil, secara umum hanya memiliki satu kapal berukuran satu sampai 2 GT, bahkan jika ada kapal sebesar 5 GT dimiliki lebih dari satu nelayan.

"Kadang-kadang 5 GT saja nggak dimiliki oleh seorang dia aja, dimiliki lima sampai enam orang yang sendiri-sendiri itu di bawah 5 GT. Ini yang diidentifikasi setiap daerah penangkapan itu ada berapa," jelasnya.

Sedangkan pengusaha penangkapan ikan, ia dipastikan memiliki kapal di atas 5 GT dan jumlahnya tidak hanya satu. Kemudian, dia juga tidak bekerja sendiri tetapi mempekerjakan orang lain sebagai anak buah kapal (ABK).

"Jadi sekarang ini saatnya dengan berlakunya PP 11 itu sebetulnya meng-clusterkan yang pengusaha betul-betul maka dia korporasi. Ini tidak bisa disebut nelayan," pungkasnya.


Hide Ads