Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md menegaskan transaksi janggal bea dan cukai Rp 189 triliun sudah diserahkan ke Kementerian Keuangan sejak 2017. Saat itu yang menerima laporan tersebut salah satunya adalah mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi.
Hal ini diungkapkan saat di rapat dengan Komisi III DPR RI, Selasa (29/3) kemarin. Awalnya Mahfud menerangkan kasus transaksi janggal dan dugaan pencucian uang itu diserahkan PPATK langsung dengan data laporan. Penyerahan dilakukan pada 13 November 2017.
"Di sini kasus mengenai tadi yang Rp 189 triliun ini tidak bisa diserahkan dengan surat karena sensitif. Oleh sebab itu diserahkan by hand per tanggal 13 November 2017," ujarnya, dikutip Kamis (30/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mahfud menyebutkan sejumlah nama yang menerima laporan tersebut, mulai dari mantan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi, Eks Irjen Kemenkeu Sumiyati, kemudian ada dua nama lain dari Itjen Kemenkeu dan Ditjen Bea dan Cukai.
"Ini yang serahkan Ketuanya Pak Badaruddin, Pak Dian Ediana, kemudian Heru Pambudi dari Dirjen Bea Cukai, lalu Sumiyati irjennya. Ini ada tanda tangan semua nih bahwa 2013 kasus ini masuk," tutur Mahfud.
Sayangnya, pada 2017 laporan transaksi tersebut tidak ada kelanjutannya. Bahkan Mahfud menyebut tidak ada follow up dari penerima laporan. Oleh sebab itu, pada 2020, PPATK memberikan surat laporan lagi kepada Kementerian Keuangan.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak Video: Mahfud: Sri Mulyani Teman Baik dalam Pemberantasan Korupsi
Saat dilakukan pengecekan oleh Kemenkeu, Inspektorat Jenderal Kemenkeu mengatakan laporan transaksi janggal Rp 189 triliun tidak ada. Hingga akhirnya PPTAK menyerahkan bukti laporan tersebut.
"Bahwa kasus penyelundupan emas itu yang pelanggaran bea cukai itu 2017 ditutup, sehingga kami kirim lagi surat itu. Lalu bilang enggak ada di depan Wamenkeu. 'Loh ini ada' baru dicari ketemu itu yang dipakai dasar menjelaskan oleh bu Menkeu," ungkapnya.
Saat awal rapat, Mahfud juga sudah menjelaskan asal muasal adanya transaksi janggal terkait bea cukai Rp 189 triliun. Ia transaksi itu bukan soal penjualan emas batangan, tetapi penyelundupan impor emas batangan. Katanya, dugaan pencucian uang itu berkaitan dengan data Bea dan Cukai, bukan Pajak.
"Keterangan terakhir Bu Sri Mulyani di Komisi XI jauh dari fakta, karena bukan dia nipu. Dia diberi data itu, data pajak, padahal itu data bea cukai. Tadi itu penyelundupan emas itu. Nggak tahu siapa yang bohong. Tetapi itu faktanya," jelasnya.
Mahfud mengungkap bahwa laporan itu sudah disampaikan PPATK sejak 2017, tetapi tak sampai ke Sri Mulyani. Padahal laporan transaksi mencurigakan itu disampaikan kepada Dirjen Bea dan Cukai, Irjen Kemenkeu, dan dua orang lainnya yang tidak disebutkan oleh Mahfud.
"'Nih serahkan' kenapa nggak pakai surat? Karena ini sensitif, masalah besar. Dua tahun nggak muncul 2020. Dikirim lagi, nggak sampai juga ke Sri mulyani jadi bertanya saat kami kasih tahu itu. Dan dijelaskan yang salah," tutupnya.
(ada/dna)