Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendukung peningkatan produktivitas budidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Hal tersebut ia lakukan dengan mendorong hadirnya hilirisasi pada sektor tersebut.
Trenggono mengunjungi Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo di Kabupaten Nunukan yang terletak di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Untuk mendorong hilirisasi, KKP telah menetapkan Mamolo sebagai Kampung Perikanan Budidaya yang merupakan program prioritas KKP.
"Produksi rumput laut untuk kampung budidaya rumput laut di Mamolo saja sudah mencapai 36 ribu ton per tahun dengan nilai perolehan Rp 720 miliar. Kondisi demikian belum ditingkatkan sampai industri hilirisasi rumput laut. Artinya produknya masih dalam bentuk raw material saja," ujar Trenggono dalam keterangan tertulis, Jumat (31/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo sudah berkembang hilirisasinya maka produknya bukan saja raw material tetapi punya nilai tambah yang lebih tinggi dan penyerapan tenaga kerja juga akan lebih banyak lagi. Tentunya ekonomi disini juga akan terus tumbuh," sambungnya.
Trenggono mengungkapkan Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo harus menjadi modelling industri hulu hilir, mulai dari pembibitan hingga panen kering sampai ranah industri. Menurutnya, rumput laut perlu digenjot karena termasuk dalam produk unggulan ekspor perikanan Indonesia bersama dengan udang, kepiting, lobster, dan tilapia.
Berdasarkan data ITC Trade Map 2023, total nilai pasar rumput laut dunia pada tahun 2021 mencapai USD 2,8 miliar. Indonesia sendiri menguasai pangsa pasar dunia senilai USD 345 juta atau sebesar 12,32% terhadap nilai pasar rumput laut dunia. Angka ini juga meningkat 23% dibandingkan tahun 2020.
"Potensi pasarnya besar. Makanya rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan yang akan kita terus kejar target produksinya. Caranya dengan memanfaatkan daerah-daerah potensial seperti di Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo ini," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan dukungan yang telah dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada Kampung Budidaya Rumput Laut Mamolo antara lain kebun bibit rumput laut, pendampingan penyuluhan dari KKP serta bimbingan teknologi dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Jepara.
Sementara itu Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Tb Haeru Rahayu menjelaskan pengembangan budidaya rumput laut di wilayah perbatasan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ia menilai budidaya rumput laut yang mudah, murah dan mampu menyerap tenaga kerja mampu memperbaiki tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut.
"Makanya kami akan terus mendorong untuk pengembangan budidaya rumput laut di wilayah-wilayah tersebut sebagai wujud dari kedaulatan bangsa melalui budidaya rumput laut," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Tebe ini menambahkan program pengembangan budidaya rumput laut yang dilakukan KKP di antaranya mulai dari proses pembibitan untuk peningkatan kualitas bibit, pengembangan kebun bibit rumput laut, serta bimbingan teknologi dan penyuluhan. Lalu, ada juga program pengembangan sentra kawasan budidaya rumput laut, pembangunan Kampung Rumput Laut, hingga dukungan sarana dan prasarana untuk kelompok pembudidaya rumput laut.
"KKP terus mendistribusikan program bantuan seperti bantuan kebun bibit rumput laut sebagai sarana prasarana yang digunakan untuk memproduksi bibit rumput laut yang berkualitas. Karena dengan kebun bibit rumput yang bermutu secara berkelanjutan mampu meningkatan pendapatan pembudidaya rumput laut, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan produksi rumput laut," tuturnya.
Tebe mengatakan program kebun bibit rumput laut juga memiliki nilai ekonomis. Bibit rumput laut lebih tahan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, serta memiliki pertumbuhan lebih cepat.
"Sehingga pembudidaya bisa lebih cepat panen, hasil produksi rumput lautnya lebih berkualitas. Sehingga lebih menguntungkan," lanjutnya.
Kendati demikian, Tebe menuturkan pelaku usaha industri rumput laut saat ini masih dihadapkan dengan berbagai kendala. Beberapa di antaranya seperti kepastian tata ruang pemanfaatan wilayah perairan untuk budidaya rumput laut, kondisi cuaca/iklim yang tidak mendukung sepanjang waktu, rendahnya kualitas sumber daya manusia pembudidaya rumput laut, pasokan bahan baku berkualitas dan berkelanjutan, kecukupan dan ketersediaan bibit kultur jaringan rumput laut sepanjang tahun, dan harga jual rumput laut di tingkat pembudidaya yang sangat fluktuatif.
Selain itu, pembudidaya rumput laut juga dihadapkan dengan kendala lain seperti supply chain antara industri hulu dengan hilir yang terlalu panjang dan tidak efisien, industri hilir rumput laut terkonsentrasi di beberapa kota besar saja. Selain itu, jumlah dan kapasitas industri pengolahan rumput laut saat ini masih minim, di mana sebagian besar ekspor berupa bahan baku rumput laut kering.
"Jika semua dibenahi mulai dari produksi hingga hilirisasi industrinya dan kita semua saling bersinergi, tidak mustahil Indonesia mampu menjadi produsen rumput laut terbesar dunia dengan produknya bukan saja berupa raw material tapi dalam bentuk yang punya nilai tambah lebih tinggi," tandas Tebe.
(prf/ega)