Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka gratifikasi. Merespons statusnya sebagai tersangka Rafael Alun buka-bukaan soal latar belakang hingga asal-usul harta kekayaannya.
Rafael menepis segala tuduhan KPK. Ia menegaskan tuduhan KPK tidak benar dan dirinya tidak bersalah. Bahkan, mantan pegawai pajak itu bingung mengapa bisa ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
"Justru saya ini di kantor mendedikasikan diri, kerja di kantor dengan baik. Jadi mentor anak-anak kantor dengan baik. Saya juga sudah jarang berhubungan dengan wajib pajak. Tapi justru dituduh jadi penerima gratifikasi," kata Rafael kepada detikcom di Gedung Tata Puri, Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rafael menjelaskan pada 2011 ia sudah ditempatkan sebagai Kepala Bagian Umum di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta II. Sejak saat itu, dirinya tidak pernah berhubungan langsung dengan objek pajak.
Ia juga mengaku rutin melaporkan hartanya lewat LHKPN dan SPT Pajak hingga 2022.
"Sejak 2011 saya sudah diwajibkan melaporkan LHKPN, saya sudah jadi kepala bidang kanwil. Tidak pernah berhubungan pemeriksaan penyidikan. Saya sudah di manajemen. Jadi saya tidak ada berhubungan langsung dengan objek pajak," terangnya.
Rafael menegaskan kembali dirinya tidak bersalah. Adapun keseluruhan tragedi ini dilandasi atas kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy. Kasus ini pun semakin diperkeruh dengan opini masyarakat di media sosial, hingga menyeret nama instansi tempatnya bekerja.
Sumber Harta Kekayaan
Rafael mengaku hartanya tidak pernah bertambah sejak berstatus pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Rafael, yang terjadi ada peningkatan nilai harta karena kenaikan NJOP atau nilai jual objek pajak
"Aset yang terakhir saya peroleh adalah aset di 2009. Tidak pernah bertambah sampai dengan sekarang. Peningkatan harta saya itu atas peningkatan nilai jual objek pajak sekarang," ujarnya.
Rafael juga mengaku telah mengikuti program pengampunan pajak, tax amnesty jilid I pada 2016 dan tax amnesty jilid II di 2022. Namun sebelum tax amnesty di 2016 itu, ia bahkan telah sempat dipanggil KPK untuk klarifikasi asal-usul perolehan hartanya.
Sementara menyangkut Safe Deposite Box (SDB), ia menjelaskan isinya merupakan uang hasil penjualan tanahnya sejak 2010. Adapun uang tersebut berasal dari penjualan tanah di 4 lokasi. Pertama di Taman Kebon Jeruk Blok G1 No. 112 senilai Rp 10 miliar. Tanah itu ia dapatkan dari hibah orang tuanya.
Kemudian tanahnya di Yogyakarta yang dibelinya pada 1997 senilai Rp 200 juta yang dijualnya pada 2010 mencapai Rp 2,3 miliar. Lalu ada tanah di Jl. Pangandaran No. 18, Bukit Sentul yang dijualnya seharga Rp 2,4 miliar.
"Saya tidak laporkan dalam LHKPN saya, tetapi di dalam SPT saya laporkan penjualan-penjualan aset tersbeut. Kenapa saya tidak laporkan ke LHKPN karena saya menghindarkan diri dari naiknya nilai kekayaan saya," kata Rafael.
"Kalau saya berusaha menyembunyikan uang saya, tentu tidak saya simpan atas nama saya. Jadi SDB itu atas nama saya yang telah saya buka sejak 2007 sampai sekarang. Dan itu memang saya simpan buat hari tua. Dan istri dan anak-anak saya juga tidak tahu. Jadi tidak hanya disembunyikan di LHKPN tetapi juga istri saya," tambahnya.
Adapun alasan dibalik dirinya yang menyembunyikan fakta tersebut ialah karena ia tidak ingin istri dan anak-anaknya punya keinginan-keinginan yang tidak dapat dikendalikannya. Apalagi, ia juga menyadari posisinya sebagai pegawai negeri.
Mengaku Anak Orang Kaya-Ibu Sosialita
Lebih lanjut, Rafael juga membantah tuduhan yang menyebut dirinya cuci uang lewat nama mendiang ibunya. Ia juga membantah kalau orang tuanya berasal dari keluarga miskin.
"Dapat saya jelaskan bahwa ayah saya adalah seorang dokter TNI AD, menjabat terakhir sebagai Kepala Rumah Sakit Tentara. Ibu saya apoteker. Bapak dan Ibu saya adalah alumni UGM. Selain itu Bapak saya mempunyai praktik dokter yang cukup ramai pada saat itu tahun '70 an," katanya.
Tidak hanya itu, ia juga mengatakan ibunya memiliki usaha sampingan penggergajian kayu di Pontianak dan punya bisnis barang pecah belah impor. Bahkan, kata Rafael, ibunya termasuk kalangan sosialita.
"Ibu saya di Jogja termasuk sosialita, berteman dengan para orang-orang kaya Jogja. Termasuk Nyonya Suharti, itu sahabat dekat ibu saya. Dan ibu saya juga berbisnis menjual perhiasan dalam komunitas-komunitas arisan di Jogja," ungkapnya.
Sementara ketika ditanya menyangkut modal pembangunan perumahan di Manado yang tidak tercantum dalam LHKPN-nya, ia menjelaskan bahwa ibunya juga merupakan salah satu pemegang saham perumahan di sana, selain istrinya, teman istrinya, dan salah seorang penduduk asli sana.
"Modal awal kami dari saya hanya Rp 315 juta. Itu dari hasil mengontrakan rumah, dari hasil penghasilan kos-kosan. Lalu dari hasil pekerjaan, itu saya gunakan untuk itu," ujarnya.
Rafael juga menekankan, dirinya sama sekali tidak memiliki perusahaan cangkang. Perusahaannya murni atas nama istrinya, Ernie Meike dan dilaporkan baik di SPT Pajak maupun LHKPN.
"Saya dan istri saya menikah tanpa perjanjian pisah harta. Berarti saya dan istri menjadi satu subyek hukum. Lah kalau saya pakai nama istri saya dilarang, berarti istri saya orang lain dong," katanya.
Lihat Video: Geger Artis Inisial R Kasus Rafael yang Seret Nama Raffi Ahmad