Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto menyebut produksi sayuran di dalam screen house dengan teknologi hidroponik jadi model pertanian yang layak dikembangkan. Pasalnya, model budi daya tersebut mampu menghasilkan produksi tanpa terkendala musim.
"Budi daya sayuran dengan teknologi hidroponik di dalam screen house seperti yang dikembangkan Batamindo ini terbukti efektif, mampu menahan curah hujan tinggi ataupun panas yang tinggi termasuk gangguan angin, sehingga produksi sayuran bisa berlangsung secara kontinyu sepanjang tahun. Ini tentunya akan sangat membantu upaya kita menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan utamanya cabai," ujar Prihasto dalam keterangan tertulis, Jumat (7/4/2023).
Saat melakukan kunjungan kerja ke kompleks produksi sayuran modern Batamindo Green Farm di Cikampek, Jawa Barat, Prihasto menuturkan teknologi ini diharapkan menjadi percontohan pengendalian inflasi akibat produk pertanian strategis.
Di tempat itu terdapat cabai dan aneka sayuran yang mampu berproduksi sepanjang tahun tanpa harus khawatir terganggu oleh cuaca atau musim. Produktivitasnya pun juga sangat bagus. Contohnya cabai besar varietas Sakata bisa mencapai hasil 6 kg per pohon atau 90 ton untuk populasi 15 ribu per hektare.
"Kalau harga jualnya Rp 20 ribu per kilo saja, omzetnya bisa mencapai Rp 1,8 miliar per hektare. Memang ada biaya investasi yang harus dikeluarkan, namun hasilnya masih layak secara ekonomis. Hasil produksinya secara kumulatif juga relatif lebih baik dibanding budi daya secara konvensional," ungkap Prihasto.
Menurutnya, Kementerian Pertanian akan mendorong pengembangan sayuran utamanya cabai di dalam screen house dengan melibatkan petani di sentra-sentra produksi nasional.
"Kami mendorong sistem budi daya ini bisa dikembangkan ke seluruh wilayah Indonesia, tentu dengan skala yang lebih kecil. Apa yang dikembangkan di Batamindo ini bisa menjadi contoh yang bisa diadopsi dan dikembangkan oleh para petani kita," tuturnya.
Ditambahkan Prihasto, tenaga ahli yang direkrut Batamindo untuk membangun sistem screen house dengan berbagai fasilitas/infrastruktur jaringan air, listrik dan nutrisi adalah anak muda milenial berusia 32 dan 42 tahun asal negara jiran Malaysia yang berlatar belakang pendidikan administrasi bisnis dan kimia analitik.
"Namanya Kenny dan Willy asal Langkawi Malaysia yang berlatar belakang pendidikan sama sekali bukan dari pertanian. Namun mereka terbukti mampu membangun sistem screen house berskala besar yang efektif dan efisien. Ini menjadi contoh konkrit if there is a will, there is a way, yakni di mana ada kemauan, pasti ada jalan keluar," kata Prihasto.
Sementara itu, General Manager PT Batamindo Green Farm, Hindarsono Susantio menyebut perusahaan yang dipimpinnya memiliki dua unit produksi yang berada di Batam dan Karawang. Kompleks budi daya sayuran Batamindo menempati areal seluas 150 hektare dengan bangunan screen house mencapai 70 hektare Kawasan Industri Bukit Indah City Cikampek.
Setidaknya terdapat 20 jenis sayuran daun serta sayuran buah seperti cabai, tomat cherry dan okra yang dikembangkan di lokasi tersebut.
"Produksi sayuran di Batamindo 6-8 ton per hari. Hasil panen sebagian besar diekspor ke Singapura dan sebagian kecil ke Malaysia, Vietnam dan Korea Selatan. Selain itu juga untuk memasok pasar modern di Jabodetabek, tiap minggu rata-rata kami bisa ekspor 9 kontainer ke Singapura dan 2 kontainer ke Malaysia," imbuh Hindar.
Selain merekrut tenaga kerja profesional, pihaknya juga melibatkan para petani muda milenial dari berbagai daerah di Indonesia. "Harapannya mereka bisa belajar di sini dan selanjutnya bisa secara mandiri mengembangkan sistem budidaya ini di daerah masing-masing," ucapnya.
Simak Video "Video: Cuan Belasan Juta Berkat Budidaya Sayuran Hidroponik"
(ncm/ega)