Dana Jaminan Sosial BPJS Kesehatan Tembus Rp 56,51 T, Disimpan di Mana?

Dana Jaminan Sosial BPJS Kesehatan Tembus Rp 56,51 T, Disimpan di Mana?

Anisa Indraini - detikFinance
Rabu, 12 Apr 2023 12:55 WIB
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti
Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti/Foto: BPJS Kesehatan
Jakarta -

BPJS Kesehatan mencatat aset bersih dana jaminan sosial (DJS) dalam program jaminan kesehatan nasional (JKN) surplus Rp 56,51 triliun sampai akhir 2022. Nilai itu setara dengan estimasi pembayaran klaim selama 5,98 bulan ke depan.

"Aset bersih DJS yang dikelola BPJS Kesehatan dalam kondisi surplus mencapai Rp 56,51 triliun pada akhir 2022. Dana tersebut dikatakan sehat karena dapat membiayai estimasi pembayaran klaim selama 5,98 bulan ke depan," kata Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Agustian Fardianto kepada detikcom, Rabu (12/4/2023).

Aset BPJS Kesehatan dikembangkan dalam bentuk investasi melalui penempatannya pada instrumen dalam negeri. Hal itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan investasi di BPJS Kesehatan tidak pernah bertahan sampai jangka waktu 1 tahun. Pasalnya uang tersebut harus dipakai kembali untuk bayar klaim rumah sakit.

"Investasi di BPJS itu uangnya tidak mengendon lama karena kita kumpulin, tiba-tiba kita harus bayar. Ini berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan. Kita nggak ada yang lebih dari setahun diinvestasikan, paling lama 3-6 bulan, nggak ada yang sampai 1 tahun," kata Ali Ghufron di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).

ADVERTISEMENT

Berdasarkan aturan, instrumen investasi BPJS Kesehatan dibatasi dengan ketentuan investasi berupa deposito berjangka termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 bulan serta sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan (non negotiable certificate deposit) pada bank, paling tinggi 15% dari jumlah investasi untuk setiap Bank.

Kemudian investasi berupa surat utang korporasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk setiap emiten paling tinggi 5% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi.

Aset BPJS Kesehatan juga diinvestasikan dalam bentuk saham yang tercatat dalam BEI. Meski begitu, jumlahnya tidak banyak yakni untuk setiap emiten paling tinggi 5% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi.

Kemudian investasi berupa reksadana, untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 15% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 50% dari jumlah investasi. Khusus investasi berupa efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% dari jumlah investasi.

Ada juga investasi berupa dana investasi real estate di mana untuk setiap Manajer Investasi paling tinggi 10% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 20% dari jumlah investasi.

Lalu investasi berupa penyertaan langsung, untuk setiap pihak tidak melebihi 1% dari jumlah investasi dan seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi. Terakhir investasi berupa tanah tanah, bangunan, atau tanah dengan bangunan seluruhnya paling tinggi 5% dari jumlah investasi.

"Safety atau keamanan dari investasi amat sangat kita jaga. Jangan sampai kayak perusahaan asuransi akhirnya karena investasi jadi bermasalah," tutur Ali Ghufron.




(aid/zlf)

Hide Ads