Pangan Mahal hingga Banjir Impor Mengintai Imbas Cuaca Panas Mendidih RI

Pangan Mahal hingga Banjir Impor Mengintai Imbas Cuaca Panas Mendidih RI

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 01 Mei 2023 09:30 WIB
JATILUWIH, BALI, INDONESIA - JUNE 19:  A farmer spreads paddy stalks to be dried under the sunlight during harvest season at Jatiluwih on June 19, 2014 in Tabanan, Bali, Indonesia. Industry Officials and analysts are expecting Indonesia to more than double its rice imports to around 1.5 million tons in 2014 from an estimated 700,000 tons imported in 2013 ahead of a general election and El Nino looms on the horizon which could lead into drought and lack of rainfall. Jatiluwih is famous for its well-maintained terraced rice fields and functioning subak traditional irrigation system. UNESCO has recognized it as one of the worlds heritage sites. (Photo by Agung Parameswara/Getty Images)
Ilustrasi/Foto: Getty Images/Agung Parameswara
Jakarta -

Akhir-akhir ini cuaca panas tidak biasa tengah melanda sejumlah negara di Asia, termasuk Indonesia. Ketua Harian HKTI Jabar Entang Sastraatmadja mengatakan kondisi yang biasa disebut sebagai el nino ini secara langsung bisa mempengaruhi produksi pangan dalam negeri.

"Ya kalau kita lihat pengalaman masa lalu ya, gelombang panas atau el nino, artinya kemarau panjang itu sangat berpengaruh terhadap ketersediaan pangan kita," kata Entang kepada detikcom, Minggu (30/4/2023).

"Nah jadi memang kalau ditanya berdampak atau tidak, jelas berdampak. Dari mana dasarnya? dari pengalaman masa lalu," tegasnya lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun menurutnya el nino ini dapat sangat mempengaruhi kondisi pertumbuhan dan panen tanaman pangan seperti padi, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias/obat, hingga umbi-umbian.

"Yang pasti tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan. Tanaman pangan, itu pasti akan berdampak," tutur Entang.

ADVERTISEMENT

"Kalau tanaman pangan itu kan ada tiga bagian besar, yang pertama padi dan segala macam jenisnya. Yang kedua palawija, nah palawija ini kan kaya umbi-umbian, singkong ya. Dan yang ketiga hortikultura. Nah hortikultura ini sayur, buah-buahan, tanaman hias, tanaman obat," jelasnya.

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, menurut Entang kondisi seperti ini setidaknya dapat menurunkan kapasitas produksi pangan hingga 20-30%, bergantung pada jenis tanaman komoditasnya.

"itu masing-masing punya ukuran ya, masing-masing punya ukuran, tapi yang pasti kalau lihat pengalaman kemarin 20-30% terdampak itu,"

Masalahnya, bila cuaca panas ini benar dapat menurunkan tingkat produksi pangan, maka Entang tidak menutup kemungkinan harga sejumlah komoditas dapat mengalami kenaikan. Sebut saja buah-buahan, sayur-mayur seperti selada dan cabai, hingga umbi-umbian seperti singkong, bawang merah, dan bawang putih.

"Hukum ekonomi pasti berlaku. Kalau produksi kurang pasti harga naik kan," jelas Entang.

Meski begitu, Entang meyakinkan bahwa kondisi ini seharusnya tidak akan mempengaruhi stok pangan secara nasional. Sebab sejauh ini Indonesia kerap melakukan impor terhadap sejumlah komoditas guna memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Enggak (mempengaruhi stok pangan nasional) lah. Kita kan untuk beberapa komoditas seperti padi ini masih impor," ungkap Entang.

(eds/eds)

Hide Ads