Bisnis di China Ngegas Lagi, Ekonomi Asia Bisa Melonjak ke 4,6%

Bisnis di China Ngegas Lagi, Ekonomi Asia Bisa Melonjak ke 4,6%

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 02 Mei 2023 16:35 WIB
File photo: A paramilitary police officer is seen silhouetted in front of flags. (Photo: REUTERS/Aly Song)
Ilustrasi/Foto: REUTERS/Aly Song
Jakarta -

Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) menaikkan perkiraan ekonomi Asia. Hal itu didorong oleh kembalinya denyut ekonomi China yang mendorong pertumbuhan usai ekonomi negara tersebut bagai 'mati suri' karena kebijakan ketat nol COVID-19.

Pembukaan kembali ekonomi China akan sangat penting bagi Asia. Pasalnya, limpahan ekonomi ke negara-negara Asia lainnya akan terjadi. IMF sendiri melihat dampak pembukaan ekonomi China akan terfokus pada kenaikan konsumsi dan permintaan sektor jasa.

Namun, IMF tetap mengingatkan ada risiko dari inflasi yang terus-menerus dan volatilitas pasar global yang makin dirundung ketidakpastian karena hancurnya sektor perbankan di negara barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Asia dan Pasifik akan menjadi wilayah paling dinamis di dunia pada tahun 2023, terutama didorong oleh prospek yang kuat untuk China dan India. Seperti di seluruh dunia, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi pendorong pertumbuhan terbesar di Asia pada tahun 2023," kata IMF dikutip dari Reuters, Selasa (2/5/2023).

Perekonomian Asia diperkirakan tumbuh 4,6% tahun ini, sebelumnya diperkirakan ekonomi Asia akan tumbuh cuma sekitar 4,3%. China dan India akan menjadi pendorong utama dengan ekspansi ekonomi masing-masing. China akan tumbuh sebesar 5,2% dan India sebesar 5,9%.

ADVERTISEMENT

Namun, IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia tahun depan sebesar 0,2 poin menjadi 4,4%. IMF mengingatkan ada risiko inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan, melambatnya permintaan global, serta dampak tekanan sektor perbankan AS dan Eropa.

Kawasan Asia sendiri memiliki modal yang kuat dan penyangga likuiditas untuk menangkis guncangan pasar. Konsumsi sektor korporasi dan rumah tangga sangat berpengaruh di kawasan ini secara signifikan.

IMF sendiri menyarankan bank sentral di Asia, untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter yang ketat dalam rangka misi menurunkan inflasi. Kemungkinan harga-harga akan tetap melonjak tinggi karena permintaan domestik yang kuat.

"Pengetatan yang tidak memadai dalam jangka pendek akan membutuhkan pengetatan moneter yang lebih tidak proporsional di kemudian hari untuk menghindari inflasi yang tinggi menjadi tertanam, membuat kemungkinan kontraksi yang lebih besar," kata IMF.

(hal/eds)

Hide Ads