Keluarga asal Indonesia belum lama ini dikabarkan membeli tiga rumah mewah di kawasan elit Nassim Road Singapura. Pembelian itu merogoh kocek seharga US$ 155 juta atau Rp 2,27 triliun (kurs Rp 14.700).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan pihaknya telah menelusuri dan mengawasi kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak warga negara Indonesia (WNI) tersebut. Sayangnya identitasnya bersifat rahasia dan tak dapat diungkap ke publik.
"Terkait informasi identitas wajib pajak DJP, mohon maaf kami tidak dapat menyampaikan detail terkait data maupun informasi tersebut (profil wajib pajak beserta data usaha/jabatan dan info terkait rekam jejak perpajakannya) karena termasuk dalam lingkup rahasia jabatan," kata Dwi saat dihubungi, Kamis (4/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan undang-undang kami tidak diperkenankan untuk menyampaikannya kepada publik," tambahnya.
Terlepas dari itu, Dwi menegaskan bahwa terkait perpajakan crazy rich itu mengikuti Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Dengan begitu pembelian propertinya di Singapura tidak dikenakan pajak berganda di Indonesia.
"Atas transaksi atau objek yang sama tidak dikenakan pajak penghasilan di kedua yuridiksi tersebut sehingga tidak terjadi double taxation atau pemajakan berganda," tuturnya.
Meski begitu, Dwi menegaskan pembeli 3 rumah itu tetap wajib melaporkan asetnya tersebut ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajaknya.
Dalam hal properti yang dimiliki wajib pajak tersebut kemudian men-generate penghasilan misalnya berupa penghasilan sewa, aspek perpajakan akan disesuaikan dengan undang-undang domestik di tempat properti tersebut berada.
"Sehubungan dengan pajak atas penghasilan sewa tersebut merupakan kredit pajak pasal 24 UU Pajak Penghasilan yang dapat diperhitungkan/dikurangkan atas kewajiban pajak yang dilaporkan di akhir tahun melalui SPT Tahunan," jelas Dwi.
(aid/eds)