Belakangan ini terjadi fenomena social commerce, yaitu berjualan di media sosial seperti TikTok hingga Instagram. Belanja di e-commerce masih zaman?
Menjawab hal tersebut, Pengamat Brand dan Pemasaran Yuswohady mengatakan, maraknya orang berjualan di media sosial tidak serta merta membuat e-commerce kehilangan para penjualnya. Ia menyebut, banyaknya penjual di social commerce hanya karena sedang hype saja.
"Sekarang ini kan kayak lagi FOMO (fear of missing out), lagi hype aja. (Anggapan) bahwa 'ah e-commerce udah nggak relevan', saya kira sih nggak," tuturnya kepada detikcom, Jumat (5/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Yuswohady menuturkan, maraknya social commerce ini baru terjadi sekitar tiga tahun terakhir. Mungkin belakangan ini memang banyak yang beralih ke social commerce, tetapi nantinya ada waktu di mana penjual di social commerce maupun e-commerce seimbang.
Dari maraknya menjual barang di media sosial, menurutnya, para pembeli hanya akan mendapat lebih banyak pilihan dalam berbelanja, sehingga mereka bisa memilih mana yang lebih bagus maupun mana yang lebih murah, dan lebih mudah. Selain itu, penjualan melalui social commerce maupun e-commerce akan tetap memiliki pasarnya masing-masing.
"Intinya ke produsen, ya ke seller, adalah multichanel. Multichanel itu artinya punya chanel untuk social commerce juga iya, tapi e-commerce juga harus jangan ditinggalkan karena mungkin segmen yang berbeda lebih cocok pakai e-commerce, segmen yang lain akan lebih cocok ke social commerce," ungkapnya.
Yuswohady mengatakan, justru dengan memiliki kedua platform tersebut akan membantu penjualan lebih baik lagi. Sebab, pembeli memiliki pilihan yang lebih banyak untuk membeli suatu produk.
(ara/ara)