Sabar, Bos! Kemendag Janji Bayar Utang Migor Tapi Tunggu Ini

Sabar, Bos! Kemendag Janji Bayar Utang Migor Tapi Tunggu Ini

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 11 Mei 2023 17:20 WIB
Pedagang menata minyak goreng bersubsidi Minyakita di Pasar Induk Rau kota Serang, Banten, Minggu (12/2/2023). Pedagang membatasi warga maksimal hanya bisa membeli 2 liter perorang dengan harga Rp15 ribu perliter atau diatas HET yang ditetapkan pemerintah Rp14 ribu perliter akibat terjadi kelangkaan. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/YU
Foto: ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN
Jakarta -

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan akan membayar utang program satu harga minyak goreng 2022 ke produsen dan ritel. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu pendapat hukum (legal opinion/LO) dari Kejaksaan Agung secara penuh.

Untuk saat ini pendapat hukum yang baru keluar dari Kejagung hanya mengenai perbedaan nominal antara klaim pelaku usaha dan pemerintah. Perbedaan itu berdasarkan verifikasi yang dilakukan oleh Sucofindo, di mana badan itu yang memeriksa dokumen klaim pelaku usaha.

"Jadi kan tadi kebetulan sudah ada progres yang bagus dari LO yang kita minta. Jadi secara prinsip ini akan jalan penagihannya, ini sudah saya sampaikan ke produsen dan ritel. Yang disepakati ini bahwa ketentuan Permendag No 3 bahwa disamping yang klaim adalah produsen kedua itu pembayarannya berdasarkan hasil survey independen yang dalam hal ini dilakukan oleh Sucofindo,"

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski nantinya ada perbedaan nominal, Kemendag mengaku akan mencarikan solusi yang tepat agar pelaku usaha mendapatkan haknya secara penuh. Isy menambahkan, jadi pembayaran bisa sesuai dengan klaim dari pelaku usaha.

"Apabila ada perbedaan angka antara yang diklaim dengan yang dibayarkan bisa dicarikan solusi lain. Intinya agar tetap terbuka aja bukan mengandalkan hasil verifikasi surveyor (Sucofindo) independen. Tapi juga ada upaya lain yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha kalau yang boleh dibayarkan tidak sesuai dengan klaimnya," terangnya.

ADVERTISEMENT

Isy juga mengungkap sempat ada saran dari ritel yang meminta produsen untuk menalangi utang pemerintah tersebut. Namun, ia mengatakan hal itu akan mempersulit keadaan karena belum ada kepastian nominal pembayaran utang tersebut.

"Terkait dengan permintaan talangan, saya menyampaikan akan kesulitan kalau untuk talangan. Kalau talangan itu prinsipnya si produsen menalangi, kan belum tentu yang di verifikasi hasilnya akan sama dengan yang diklaim. Jadi angkanya nanti pasti akan ada perbedaan. Kalau nanti ada perbedaan, nanti minta kembali dananya lagi akan kesulitan," jelasnya.

Sebagai informasi, penyelesaian utang program minyak goreng satu harga pada 2022 belum juga selesai. Masalah ini diperparah karena aturan dari penugasan itu di Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 3 Tahun 2022 telah dicabut.

Utang pemerintah kepada ritel dan produsen ini akan dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun, harus berdasarkan rekomendasi kepastian dari Kementerian Perdagangan

Maka saat ini Kementerian Perdagangan sendiri membutuhkan pendapat hukum ke Kejaksaan Agung untuk meminta keterangan secara hukum apakah pembayaran itu bisa dilakukan ke pelaku usaha. Hal ini dilakukan untuk menghindari potensi penyelewengan atau pelanggaran karena kebijakan Permendagnya telah dicabut.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap utang pemerintah terhadap pengusaha ritel dan produsen minyak goreng mencapai Rp 1,1 triliun. Utang itu berkaitan dengan program selisih harga minyak goreng Rp 14.000/liter (rafaksi) pada 2022 lalu.

Utang pemerintah ini nantinya akan dibayarkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Adapun rincian utang pemerintah kepada pengusaha ritel sebesar Rp 344.355.425.760. Sementara utang kepada produsen minyak goreng, diperkirakan Rp 700 miliar.

Tonton juga Video: Jokowi Cek Pasar Bakti Medan, Sebut Harga Beras-Migor Masih Baik

[Gambas:Video 20detik]




(ada/eds)

Hide Ads