Saling 'Serang' di Sidang Lawan Bos Gudang Garam, Pihak OCBC NISP Bilang Gini

Saling 'Serang' di Sidang Lawan Bos Gudang Garam, Pihak OCBC NISP Bilang Gini

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 11 Mei 2023 18:03 WIB
Judge In Gloves To Protect From Coronavirus Writing On Paper
Foto: Getty Images/iStockphoto/AndreyPopov
Jakarta -

Sidang lanjutan kasus gugatan perdata yang diajukan Bank OCBC NISP terhadap bos PT Gudang Garam Tbk Susilo Wonowidjojo terkait kredit macet senilai Rp 232 miliar kembali dilakukan Rabu 10 Mei kemarin.

Pihak Susilo selaku tergugat masih terus menyuarakan penolakannya terhadap seluruh materi gugatan Bank OCBC NISP. Penolakan dari disertai dengan berbagai alasan. Bahkan, ada alasan yang menyebut Pengadilan Negeri Sidoarjo tidak berwenang atau tidak memiliki kompetensi secara relatif untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.

Menurut Tim Kuasa Hukum OCBC NISP, pihak Susilo dan PT HMU juga menganggap domisili persidangan seharusnya berada di Jakarta Selatan. Ini sesuai dengan lokasi Bank OCBC NISP yang telah memberikan kredit kepada PT HSI. Sementara Sidoarjo merupakan lokasi pabrik PT HSI yang memproduksi rambut palsu atau wig.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tim Kuasa Hukum menilai, Susilo sebagai pemilik 99,9% saham PT Hari Mahardika Utama atau PT HMU yang menguasai 50% saham PT Hair Star Indonesia (HSI) dinilai menjadi tokoh sentral pencairan kredit dari Bank OCBC NISP senilai Rp 232 miliar kepada PT HSI sejak tahun 2016 yang belum selesai pembayarannya. Maka dari itu apapun alasannya utang tetap harus dibayarkan.

"Para penggugat terus konsisten untuk melepaskan diri dari tanggung jawab kredit yang telah diberikan oleh Bank OCBC NISP selama bertahun-tahun yang perjanjiannya selalu diperbarui tiap tahun. Sayang sekali, pak Susilo yang sebenarnya punya reputasi baik harus berakhir seperti ini. Jawaban para tergugat tidak materiil dan dasar hukumnya juga sangat lemah," ungkap Hasbi Setiawan, kuasa hukum Bank OCBC NISP dalam keterangannya, Kamis (11/5/2023).

ADVERTISEMENT

Hasbi menyatakan secara faktual Susilo merupakan faktor utama pencairan kredit Bank OCBC NISP dan 6 bank nasional lainnya untuk memberikan pinjaman kepada PT HSI senilai lebih dari Rp 1,1 triliun. Dalam perjanjian kredit yang diteken pihak bank dan PT HSI juga tegas dinyatakan bahwa setiap perubahan kepemilikan saham di PT. HSI harus mendapat persetujuan bank.

Dalam jawabannya Susilo dan para tergugat juga menyampaikan bahwa kerugian materiil yang didalilkan oleh Bank OCBC NISP merupakan kerugian yang tidak pasti atau tidak nyata atau dalil yang premature sehingga wajib ditolak.

Bahkan salah satu tergugat dengan nama Hadi Kristanto yang kemudian menjadi pemegang 50% saham PT HSI dalam jawabannya mengatakan perjanjian pinjaman Bank OCBC NISP kepada PT HSI dilakukan tidak hati-hati dan tidak profesional.

Bersambung ke halaman sealnjutnya.

Alasan berbeda disampaikan oleh tergugat PT. Surya Multi Flora, pemegang 50% saham PT HSI. Dalam jawabannya pihak tersebut menuliskan kerugian materiil dan immaterial yang diterima oleh OCBC NISP tidak berlandaskan fakta, sehingga pihaknya yang hanya pemegang saham HSI juga ikut memikul kerugian dengan adanya putusan pailit yang menimpa PT HSI.

"Kami menghormati langkah-langkah hukum yang dilakukan oleh para tergugat. Kami akan buktikan bahwa Bank OCBC NISP memiliki dasar dan bukti hukum yang kuat untuk meminta tanggungjawab kepada para pemilik dan pengurus PT HSI yang nyata-nyata sudah menerima pinjaman Rp 232 miliar serta didukung perjanjian kredit yang sah," tegas Hasbi.

Duduk Perkara Gugatan
Bank OCBC NISP awalnya memberikan pinjaman kepada turut tergugat (TT) 1 yakni PT Hair Star Indonesia (HSI), perusahaan produsen rambut palsu/wig berlokasi di Sidoarjo sebesar US$ 16,51 juta.

Salah satu alasan penggugat yakni Bank OCBC NISP menyetujui pinjaman tersebut karena Meylinda Setyo adalah pemegang 50% saham dan Presiden Komisaris PT HSI merupakan istri dari Susilo Wonowidjojo (T1), yang merupakan orang terkaya ke-14 di Indonesia versi Majalah Forbes.

Selanjutnya Lianawati Setyo (T6) adalah adik dari Meylinda Setyo, merupakan Wakil Presiden Direktur PT HSI. Melihat dari profil pengurus dan pemegang saham ini, menjadi pertimbangan Bank OCBC NISP untuk memberikan pinjaman kepada PT HSI.

Pada saat pencairan kredit kepada PT HSI, susunan pemegang sahamnya yakni PT Surya Multi Flora (PT SMF) (T3) memiliki 50% saham. Meylinda Setyo, istri T1 memiliki 50% saham. Selanjutnya ada perubahan kedua di pemegang saham menjadi PT SMF 50% dan PT Hari Mahardika Usaha (PT HMU) (T2) sebesar 50%. Adapun pemegang saham HMU yakni Susilo Wonowidjojo (T1) memegang 99,9995% saham, sisanya Daniel Widjaja (T10) sebesar 0,0005%.

Kemudian terjadi perubahan ketiga susunan kepemilikan saham yakni Hadi Kristanto (T4) menjadi pemegang 50% saham menggantikan PT HMU, sedangkan PT SMF masih 50%. Tidak berhenti di situ, terjadi perubahan keempat yakni perusahaan susunan direksi PT HSI yakni Daniel Widjaja (T10) mengundurkan diri dari Komisaris Utama PT HSI begitu juga Lianawati Setyo (T6) turut mengundurkan diri dari wakil Dirut.

Hasbi menjelaskan dalam perjanjian kredit kepada PT HSI telah disepakati bahwa segala perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris diharuskan adanya pemberitahuan dan persetujuan tertulis terlebih dahulu kepada Penggugat (Bank OCBC NISP). Namun faktanya, PT HSI melakukan perubahan susunan pengurus bahkan perubahan pemegang saham tanpa adanya pemberitahuan kepada Penggugat.

"Jadi tidak relevan kalau tergugat menyatakan tidak ada kaitannya dengan gugatan. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham PT HSI yang pada khususnya terkait dengan perubahan susunan pengurus, setiap keputusannya mesti dapat persetujuan dari pemegang saham, komisaris dan direksi. Jadi semua pihak terlibat dalam perubahan susunan pemegang saham ini," kata Hasbi.


Hide Ads