Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri pertemuan G7 di Jepang. G7 adalah organisasi internasional yang terdiri atas tujuh negara besar di dunia dengan ekonomi maju yakni Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Britania Raya, dan Amerika Serikat.
Pertemuan G7 kali ini membahas tentang kondisi dan risiko makroekonomi di negara-negara berkembang dan penanganan utang di negara berpendapatan rendah dan menengah. Sri Mulyani mengungkapkan negara berkembang masih mengalami risiko scarring effect sebagai dampak pandemi, tensi geopolitik yang terus menguat, dan efek rambatan dari kebijakan pengetatan moneter di berbagai negara.
Selain itu juga tantangan global yang dihadapkan pada risiko sektor keuangan yang tidak stabil, geopolitik, dan perkembangan artificial intelligence.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendanaan berbiaya tinggi (high-cost financing) juga menjadi salah satu tantangan berat negara berkembang. Di sinilah peran vital G7 dan G20 dalam mendorong dan mengharmonisasikan berbagai kebijakan," ujar dia dalam siaran pers, Sabtu (13/5/2023).
Kemudian pertemuan juga membahas penguatan kerja sama internasional, termasuk peran bank pembangunan multilateral, dalam mendukung prioritas pembangunan di negara-negara berkembang.
Dalam hal ini, Indonesia bersama negara anggota G20 telah membentuk Pandemic Fund pada masa Presidensi G20 tahun 2022 untuk menguatkan kemampuan dan kesiapan negara berkembang dalam merespons risiko terjadinya pandemi selanjutnya secara lebih baik.
Sementara itu, pembiayaan untuk pengembangan infrastruktur juga perlu mendapat dukungan dari negara maju. Pendanaan infrastruktur yang terjangkau tentu akan sangat membantu negara berkembang dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
Dalam perspektif kawasan, pada sesi ini Indonesia menyampaikan pula bahwa kesuksesan Presidensi G20 tahun lalu akan dilanjutkan ke Keketuaan Indonesia di ASEAN tahun ini, terutama dalam rangka mempromosikan kerja sama regional di sektor kesehatan, ketahanan pangan, dan keuangan berkelanjutan, serta transisi hijau.
Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan gagasan bahwa Taksonomi ASEAN tentang Keuangan Berkelanjutan Versi 2 yang diterbitkan pada Maret 2023, menjadi taksonomi pertama yang memasukkan transisi energi sebagai kegiatan yang memenuhi syarat untuk keuangan berkelanjutan.
Gagasan ini mendapat apresiasi dan dukungan yang kuat dari negara G7, dan bisa dijadikan replika untuk pengembangan di kawasan dan negara lain.
Sebelumnya Sri Mulyani telah bertemu dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen. Mereka mendiskusikan beberapa topik yang penting dan relevan dengan keadaan sekarang meliputi kondisi perekonomian global, isu terkini seputar sumber daya mineral, Financial Action Task Force (FATF), Pandemic Fund serta G20 Joint Finance and Health Task Force (JFHTF).
Selain itu, dibahas pula kemungkinan kerja sama antara lembaga donor yang masing-masing negara miliki, yaitu Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) dan United States Agency for International Development (USAID). Diharapkan melalui kolaborasi ini, baik Indonesia maupun Amerika serikat, dapat memiliki kemampuan lebih dalam membantu negara-negara lain yang membutuhkan. Sementara itu, pertemuan dengan Chrystia Freeland dilakukan secara pull-aside meeting.
(kil/eds)