Satya optimistis jika ke depannya Indonesia bisa mandiri dalam mengembangkan kendaraan listrik.
"Saat ini Indonesia sedang mengembangkan teknologi pembuatan baterai kendaraan listrik. Jika ini bisa kita kuasai teknologinya, kita bisa mandiri dalam industri ini. Apalagi, Indonesia punya bahan baku dalam pembuatan baterai kendaraan listrik," paparnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, dalam pengembangan mobil listrik setiap orang harus melihat dari berbagai aspek, seperti muliplier effect yang diciptakan dan tidak hanya melihat faktor lingkungan semata.
"Indonesia punya nikel dan sumber daya alam lainnya, saya setuju jika kita terlibat dalam pengembangan kendaraan listrik akan memunculkan nilai tambah ekonomi bagi negara ini. Hanya saja, saran saya dibutuhkan kebijakan, perencanaan secara menyeluruh mulai dari lingkungan, pekerja dan aspek ekonomi," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, dikutip dari detikNews, Anies Baswedan menilai, pemberian subsidi mobil listrik bukanlah solusi untuk mengatasi permasalahan polusi udara.
"Soal polusi udara, solusinya bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik. Pemilik-pemilik mobil listrik adalah mereka yang tidak membutuhkan subsidi," ungkap Anies dalam acara deklarasi Amanat Indonesia (ANIES) di Tennis Indoor Senayan, Minggu (7/5) lalu.
"Kita menghadapi tantangan lingkungan hidup. Pemerintah harus memastikan sumber daya yang diberikan pemerintah untuk rakyatnya adalah sumber daya yang tepat," sambungnya.
Lebih lanjut, Anies mengungkapkan emisi karbon mobil listrik per kapita dan per kilometer sebenarnya lebih tinggi dari pada emisi karbon bus berbahan bakar minyak.
"Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit," tegasnya.
"Pengalaman kami di Jakarta, kendaraan pribadi berbasis listrik, dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya. Dia justru akan menambah jumlah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan," papar Anies.
(ara/ara)