Alfamidi & Alfamart Respons soal Utang Pemerintah Terkait Minyak Goreng

Alfamidi & Alfamart Respons soal Utang Pemerintah Terkait Minyak Goreng

Almadinah Putri Brilian - detikFinance
Rabu, 17 Mei 2023 22:20 WIB
Minyakita yang dijual di pasaran masih terbatas, Rabu (8/2/2023). Seperti yang terlihat di Pasar Palmerah dan Pasar Palmeriam Jakarta.
Ilustrasi.Foto: Agung Pambudhy
Tangerang -

PT Midi Utama Indonesia Tbk (Alfamidi) buka suara soal belum dibayarnya selisih harga minyak goreng alias rafaksi dalam program satu harga pada 2022 sebesar Rp 344 miliar. Program minyak satu harga tersebut, dilakukan dalam rangka kepatuhan kalangan pengusaha pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022.

Saat itu, semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000/liter, sementara harga minyak di pasaran berkisar Rp 17.000-20.000 per liter. Selisih itulah yang harus dibayarkan oleh pemerintah.

"Kita semua jual sesuai dengan aturan pemerintah pada saat itu. Jadi tidak ada yang membedakan toko a toko b, tidak ada. Jadi kita semua ngikutin aturan pemerintah kita jual dengan one price Rp 14 ribu sekian," papar Direktur Operasional Alfamidi Heru Sarwono di Tower Alfa, Tangerang, Banten, Rabu (17/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di semua Alfamidi. Saat itu ada 2.000-an, 2.000 sekian (gerai)," lanjutnya.

Walaupun saat itu keberadaan minyak goreng cukup sulit, Heru mengaku pihaknya selalu menjual jika ada stok. Ia mengatakan, sempat ada stop suplai dari distributor. Namun demikian, pihaknya selalu memenuhi permintaan jika stok ada.

ADVERTISEMENT

Terkait dengan adanya wacana setop beli minyak goreng, Heru mengatakan pihaknya akan mengikuti apa yang akan dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

"Kebetulan belum ada surat resmi, dan kita masih mengacu dengan arahan dari Aprindo, kita masuk di Aprindo. Jadi, nanti kalau Aprindo sudah ada surat resmi dari pemerintah dan ada resmi ke persewaan alfamidi, kita akan ikutin apa yang memang sudah diperintahkan," ujarnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Aprindo Solihin mengatakan, pihaknya masih terus memperjuangkan untuk mendapatkan pembayaran selisih tersebut oleh pemerintah. Ia mengatakan, selisih yang seharusnya dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini ke pemasok atau produsen, bukan peritel.

"Aprindo berusaha terus memperjuangkan janjinya atau statement dengan Menteri sebelumnya bahwa pada waktu tertentu, di hari yang ditentukan, harus menjual minyak goreng dengan HET Rp 14.000/liter, di mana saat itu peritel, termasuk Alfamart di sini, ada stok minyak goreng yang belinya lebih dari pada harga jualnya sehingga ada selisih. Di selisih itu yang dijanjikan dibayar, itu yang disebut rafaksi dengan menggunakan dana BPDPKS," ujarnya kepada wartawan.

"Tetapi itu dibayarnya bukan ke ritel. Jangan salah lho ya, kepada pemasok (dibayarnya). Bukan ke ritel. Kita klaimnya ke pemasok, nah pemasok bilang 'ya gimana saya mau bayar orang saya belum dibayar'. Jadi bukannya kita yang klaim ke Kementerian Perdagangan yang akan dibayarkan BPDPKS, tetapi kepada produsen," jelasnya.

Solihin, yang juga menjabat sebagai Corporate Affairs Director PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart), mengatakan utang pemerintah kepada Alfamart mencapai puluhan miliar rupiah.

Ia mengatakan, pada saat itu, ritel yang menjual minyak goreng dengan harga Rp 14.000 selalu kekurangan barang. Sebab, barangnya langsung 'diserbu' oleh ibu-ibu.

Bersambung ke halaman berikutnya, masih ada informasi menarik. Langsung klik

Sebagai informasi, baru-baru ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan pendapat hukum soal utang pemerintah ke pengusaha minyak goreng terkait program satu harga pada 2022. Putusan Kejagung, Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus menyelesaikan pembayaran tersebut.

Menanggapi hasil putusan itu, Kemendag berjanji akan menyelesaikan pembayaran itu. Proses pembayaran dilakukan berdasarkan aturan dan hasil nominal utang dari PT Sucofindo.

"Nah ketentuan (pembayaran itu) dengan hasil verifikasi yang dilakukan secara akuntabel, profesional dari Sucofindo," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (13/5) lalu.

Total utang pemerintah berdasarkan verifikasi Sucofindo adalah Rp 800 miliar. Isy juga menjelaskan menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022, yang harus mengklaim utang tersebut adalah produsen minyak goreng.

Klaim utang itu diajukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai badan yang ditunjuk untuk mengganti selisih harga program itu. Kemudian, barulah produsen mengganti selisih harga ke peritel.

Jadi, Isy belum bisa memastikan berapa nominal yang akan didapat peritel. Seperti diketahui, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim utang pemerintah kepada ritel sebesar Rp 344 miliar.

"Belum tentu (dibayarkan Rp 344 miliar), itu kan total tadi (Rp 800 miliar), nanti yang diberikan Sucofindo itukan total. Saya belum bisa memberikan kepastian jumlah, karena harus buka dokumen sekecil-kecilnya. Kalau bahwa ini punya modern trade (MT) Aprindo mungkin, kemudian ini punya GT (general trade)," jelasnya.

Pembayaran itu belum dilakukan karena masih menunggu putusan produsen minyak goreng apakah setuju dengan total yang diverifikasi Sucofindo Rp 800 miliar. Jika produsen dan ritel tak terima atas nominal angka itu, pengusaha bisa mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).


Hide Ads