Sederet PR Indonesia Jadi Negara Maju, Bisa Terwujud?

Sederet PR Indonesia Jadi Negara Maju, Bisa Terwujud?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Sabtu, 20 Mei 2023 14:30 WIB
Pekerja memasang instalasi listrik di menara Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) Kecamatan Watang Pulu, Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Selasa (28/11). Konsumsi listrik nasional tahun 2017 masih mencapai angka 956 per Kilowatt-hour (KWh) per kapita dengan mencapai 23,9 persen dari konsumsi listrik negara maju sebanyak 4 ribu KWh per kapita. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/foc/17.
Foto: Dok. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Jakarta -

Indonesia terus berupaya untuk menjadi negara maju di 2045. Untuk mewujudkannya, ada empat pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dibenahi pemerintah Indonesia. Apa saja?

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, kondisi ekonomi yang stabil saja tidak cukup untuk membuat Indonesia bisa mencapai visi tersebut. Adapun Indonesia berhasil membukukan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil dalam 20 tahun terakhir, yakni di kisaran 5%.

"Oleh sebab itu, kita punya PR besar karena pertumbuhan 5% saja tidak cukup untuk membawa Indonesia keluar dari middle income trap," kata Amalia, dalam acara Konsultasi Publik dalam Rangka Penyusunan RPJPN 2025-2045, dilansir lewat kanal Youtube Bappenas RI, Jumat (19/5) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Produktivitas Tenaga Kerja Rendah

Menurut Amalia, PR besar pertama yaitu produktivitas ekonomi Indonesia yang terus mengalami penurunan. Bahkan, produktivitas tenaga kerja di Indonesia termasuk yang terendah di antara negara-negara di kawasan Asia.

"Kalau kita bandingkan produktivitas tenaga kerja dengan negara lain, kita pun termasuk yang terendah. Sedikit di atas India, tetapi di bawah China, Brazil maupun negara-negara maju lainnya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

2. Deindustrialisasi Dini

Berikutnya, Indonesia mengalami deindustrialisasi dini. Amalia mengatakan, hal ini terlihat dari kontribusi manufaktur Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB). Yang mana pada 2005 silam sempat menembus 27,4%, sekarang mengalami penurunan dan terakhir 2022 kontribusinya hanya sebesar 18,3%.

Akibatnya, para tenaga kerja di sektor pertanian pun berpindah ke sektor jasa lantaran industri tidak berkembang dengan baik. Sayangnya, sektor jasa pun produktivitasnya tengah mengalami penurunan.

"Sehingga kondisi saat ini hanya sebesar 18% dari pasar tenaga kerja kita termasuk middle class job, sisanya bukan. Dengan demikian, produktivitas relatif rendah," kata Amalia.

3. Indonesia Perlu Transformasi Ekonomi

Oleh sebab itu, Amalia menilai, transformasi ekonomi menjadi kunci dalam mewujudkan Indonesia keluar dari middle income trap dan tercapainya visi Indonesia Emas 2045. Untuk mencapainya, Indonesia harus memiliki pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

"Kita punya dua skenario. Apabila Indonesia dapat tumbuh rata-rata 6%, kita dapat keluar dari middle income trap pada 2041. Apabila kita bisa tumbuh dengan rata-rata 7%, maka Indonesia kana keluar lebih cepat, di 2038, di penghujung berakhirnya modus demografi," ujarnya.

Dengan transformasi ini, ia juga berharap nantinya para tenaga kerja Indonesia akan berada pada kategori middle income job dengan kontribusi sebesar 80% dari tenaga kerja terhadap perekonomian. Dengan begitu, tenaga kerja bisa lebih tersejahterakan.

Lanjut ke halaman berikutnya.

4. Indonesia Punya 3 Modal Dasar

Untuk mendorong proses transformasi ini, menurut Amalia, Indonesia perlu memaksimalkan tiga modal dasar yang dimiliki. Modal-modal ini akan menjadi kekuatan dan landasan penting dalam proses pembangunan. Pertama ialah jumlah penduduk yang besar.

"Di tahun 2045 penduduk Indonesia diperkirakan 324 juta dan akan menempati posisi ke 6 terbesar di dunia. Selanjutnya kita akan memasuki era bonus demografi di mana era bonus demografi ini diharapkan betul-betul menjadi bonus, bukan menjadi beban untuk kita," ujarnya.

Oleh karena itu, Amalia menegaskan, penting untuk memaksimalkan produktivitas masyarakat dalam memanfaatkan momentum tersebut, sehingga dapat berkontribusi besar terhadap akselerasi pertumbuhan masyarakat. Berikutnya, ada modal sosial budaya, antara lain seperti gotong royong, kekeluargaan, solidaritas sosial, serta modal manusia.

Selanjutnya, Indonesia juga dilimpahi kekayaan alam dan maritim sebagai modal pembangunan. Dalam hal kekayaan alam, Indonesia punya 125,57 juta hektar kawasan hutan. Selain itu, RI juga memiliki cadangan batu bara 36,3 miliar ton, nikel dengan cadangan bijih 5,24 miliar ton, dan potensi energi terbarukan 3.716 GW.

Sementara untuk kekayaan maritim, Indonesia memiliki 16% terumbu karang dunia, potensi perikanan tangkap 12 juta ton, 25 ribu spesies tumbuhan berbunga atau 10% dari populasi dunia, serta hutan mangrove terluas dengan besaran 3,36 juta hektar. Hal ini didukung oleh modal letak geografisnya.

"Kekayaan alam kita terdiri dari berbagai sumber daya yang dimiliki, baik hutan maupun mineral, keanekaragaman hayati, serta kekayaan maritim dengan letak geografis dan karakteristik wilayah di mana kita berada di dalam tiga ALKI (alur laut kepulauan Indonesia) yang bisa kita manfaatkan secara optimal," ujar Amalia.

Selain itu, pemerintah juga tengah menggodok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-20245 sebagai motor penggerak dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Adapun untuk RPJPN sendiri, pihaknya menargetkan akan rampung dan ditetapkan sebagai Undang-Undang (UU) pada September 2023 ini.

Halaman 2 dari 2
(fdl/fdl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads