Partisipasi Tionghoa Muslim dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di Indonesia memiliki peran penting dalam memahami etnis Tionghoa termasuk perannya dalam kegiatan ekonomi di Indonesia.
Demikian disampaikan Johanes Herlijanto, Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI), dalam seminar berjudul "Islam di Kalangan Tionghoa Indonesia" yang diselenggarakan oleh FSI di Jakarta pada 23 Mei 2023.
Besarnya peran etnis Tionghoa dalam perekonomian nasional sebenarnya pernah disinggung Mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia Ke-10 dan Ke-12, Jusuf Kalla (JK) menyinggung soal ekonomi Indonesia yang 50 persen lebih dikuasai oleh penduduk etnis Tionghoa. Padahal, etnis Tionghoa di Indonesia tak lebih dari 5 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita di Indonesia penduduk Tionghoa itu hanya 4,5 persen tapi mengusai ekonomi lebih dari 50 persen. Jadi kekuatan 10 kali lipat dari pada jumlahnya," kata JK, belum lama ini.
Keberhasilan mereka beradaptasi dengan lingkungan sekitar menjadi kunci utama keberlanjutan bisnis dan kontribusinya pada perekonomian nasional.
Itu dibenarkan Johanes yang mengungkapkan bahwa Tionghoa Muslim merupakan contoh nyata yang menunjukkan betapa Tionghoa telah beradaptasi dengan budaya dan masyarakat lokal.
"Tionghoa tidak hanya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai tradisi setempat, tetapi juga dapat memeluk agama mayoritas masyarakat Indonesia," katanya.
"Melalui proses adaptasi dengan masyarakat setempat dan agama yang dianut, masyarakat Tionghoa Muslim membentuk identitas yang unik, berbeda dari budaya orang-orang di Tiongkok," tambahnya.
Bahkan, bagi Johanes, Tionghoa Muslim tidak hanya beradaptasi, tetapi juga membangun interaksi antarbudaya antara orang Tionghoa dan non-Tionghoa.
Johanes berpendapat bahwa partisipasi Tionghoa Muslim menambah bukti bagi berbagai penelitian yang dilakukan oleh sejarahwan.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Johanes menjelaskan bahwa kemampuan untuk beradaptasi dan berubah juga melekat pada orang Tionghoa di Indonesia.
Sejak tinggal di berbagai pulau di Nusantara, Tionghoa Indonesia telah mengalami perjumpaan dengan budaya lokal dan budaya lain yang mereka temui.
Oleh karena itu, Tionghoa Indonesia berkembang menjadi kelompok yang unik, dengan identitas dan budaya yang lebih baik dipahami melalui konsep hibriditas, yaitu kebudayaan yang mencakup aspek-aspek dari berbagai kebudayaan lain.
Bahkan, menurut Johanes, terdapat perbedaan budaya antara kelompok etnis Tionghoa yang tinggal di satu daerah dengan kelompok yang tinggal di daerah lain.
Johanes berpendapat bahwa kesimpulan Profesor Wang dan realitas di kalangan Tionghoa di Indonesia sudah seharusnya meruntuhkan stereotip yang berkembang mengenai Tionghoa di Indonesia.
"Salah satunya adalah pandangan bahwa Tionghoa berbeda karena memiliki tradisi keagamaan yang tidak sejalan dengan agama mayoritas masyarakat Indonesia. Stereotip ini muncul bersamaan dengan pandangan "sekali Cina tetap Cina" dan anggapan bahwa Tionghoa akan tetap setia pada tanah leluhur mereka," papar Johanes.
Menurut Johanes, cara berinteraksi Tionghoa Muslim menjadi bukti bahwa stereotip negatif tersebut salah. Namun, ia juga mengingatkan bahwa aktivitas dan peran Tionghoa, termasuk Tionghoa Muslim, yang semakin meningkat dalam dua dekade terakhir adalah hasil dari munculnya masyarakat Indonesia dengan karakteristik demokrasi yang kuat, yaitu masyarakat Indonesia di era reformasi.
Sementara, Hew Wai Weng, seorang peneliti senior dari Institut Kajian Malaysia dan Antar Bangsa (IKMAS), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Malaysia, yang hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut mengatakan, tentang keberagaman di kalangan Tionghoa Muslim.
"Tionghoa Muslim memiliki keberagaman dalam beragama. Tidak hanya satu jenis. Organisasinya juga berbeda-beda," ujar Hew.
Ia juga menyatakan bahwa pesan yang disampaikan oleh pendakwah Muslim Tionghoa juga bervariasi.
"Meskipun banyak yang membawa pesan-pesan inklusif, ada juga yang membawa pesan yang kurang inklusif."
Meski demikian, terdapat kesamaan di antara mereka, yaitu upaya untuk membangun identitas Tionghoa Muslim. Identitas tersebut terlihat dari masjid-masjid yang memiliki ciri khas Tionghoa.
Melalui hal tersebut, Hew berpendapat bahwa Tionghoa Muslim pada satu sisi ingin menyebarkan Islam yang bersifat kosmopolitan.
"Di sisi lain, mereka juga ingin memperluas inklusivitas orang Tionghoa. Inklusivitas tersebut terlihat dari keterbukaan Tionghoa untuk berinteraksi dengan kelompok etnis lain. Tionghoa Muslim tidak hanya beradaptasi, tetapi juga menciptakan ruang bagi interaksi antarbudaya antara orang non-Tionghoa Muslim dan Tionghoa non-Muslim," pungkasnya.